Thursday, March 13, 2014

Sekilas Mengenai Radang Sendi (Arthritis) Ditinjau Dari Perspektif Sosial Dan Sistem Pengobatan Ayurvedha


 Data antropologi dan  ilmu-ilmu sosial biasanya jarang menjadi bagian yang dipertimbangkan dalam seseorang mengenal suatu penyakit dan pendekatan terapi yang sesuai dengan situasi dan kondisi seseorang. Padahal banyak kearifan local dan yang diwariskan leluhur bernilai tinggi dan menjadi data yang penting dalam hal penanganan radang sendi.

Sang penulis disini menggunakan banyak data antropologis dari area New Delhi ditambah dengan berbagai literature mengenai Terapi Ayurveda dan Unani. Menarik untuk melihat banyak hal yang kita anggap ‘kata orang dulu’ ternyata juga diakui di belahan dunia lain.

Dalam dunia kedokteran yang telah terbagi menjadi sub spesialisasi, Rheumatologi (ilmu yang mempelajari tentang kelainan sekitar persendian) merupakan bagian dari Internal Medicine (ilmu penyakit dalam). Bayangkan, seseorang harus menempuh jenjang pendidikan selama kurang lebih 12- 14 tahun (dari mulai dokter umum menjadi seorang sub spesialis rheumatologi) untuk mempelajari khusus penggal tubuh manusia ini. Dengan bantuan teknologi saat ini sudah teridentifikasi sebanyak ratusan kondisi kelainan sendi. Adapun terapi utamanya masih berkisar pada penanganan nyeri dengan tambahan terapi sekunder berupa terapi fisik sampai operasi penggantian sendi.

Humoral Medical Systems

Pendekatan tata laksana rematik dengan berdasarkan sistem cairan tubuh manusia banyak dipelajari pada jaan Yunani Kuno, Islam Timur, India dan Cina; yang kemudian berkembang ke berbagai wilayah di dunia seiring dengan jalur perdagangan, migrasi dan penaklukan suatu di suatu wilayah.

Dalam khazanah Humoral Traditions penyakit rematik digolongkan dalam penyakit yang disebabkan karena kondisi tubuh yang ‘dingin’ atau ‘berangin’ (agak mirip dengan term masuk angin yang dikenal di Indonesia). Oleh karenanya berbagai aktivitas atau makanan yang menambah suasana ‘dingin’ atau ‘angin’ di dalam tubuh akan memperburuk kondisi rematik. Misal terpapar udara dingin atau angin, makan atau minum yang banyak mengandung gas dll.

Penyakit rematik sudah dikenal lama, pada masa awal agama Buddha (400 SM) rematik ini dikenal sebagai kelainan yang diakibatkan adanya angin di dalam sendi, oleh karenanya mereka melakukan pengobatan berupa bekam (mengeluarkan darah kotor yang bercampur ‘angin’), mengoleskan minyak tertentu yang memberikan sensasi panas yang keduanya berfungsi untuk menarik udara keluar dari sendi.

Hubungan Rematik dan Saluran Cerna

Seorang ahli terapi kesehatan berkata bahwa ada dua hal yang menjadi pintu sehat atau sakit, tergantung cara kita menjaganya; dua hal itu adalah pikiran dan saluran pencernaan.  Dalam kasus penyakit rematik ternyata sistem pengobatan Ayurveda dan Unani mengakui adanya hubungan antara kondisi saluran cerna seseorang dan gejala rematik yang timbul. Dikatakan bahwa saluran cerna yang kurang berfungsi dengan baik menyebabkan makanan tidak dicerna dengan sempurna sehingga banyak menghasilkan udara atau disebut dengan “stomach wind”. Tidak kurang dari pengobatan kuno India dan juga bapak kedokteran dari Arab, Ibnu Sina berpendapat bahwa “kelebihan angin adalah penyebab dari banyak penyakit. Kelebihan angin yang dihasilkan oleh pencernaan yang tidak sempurna itu juga dapat terbawa oleh sirkulasi ke daerah otak – sistem saraf pusat - yang kemudian menimbulkan banyak kelainan  seperti kelumpuhan, stroke bahkan penyakit gila. Orang kuno di India sudah turun temurun menyadari ini sehingga mereka tidak jarang memberikan “digestive powder” bagi orang yang terkena rematik.

Hubungan Rematik, Aktivitas dan Lingkungan

Banyak orang di India mempunyai pemahaman akan pengaruh kondisi dingin dan kejadian rematik. Mereka menghindari makan terlalu banyak makanan atau minuman dingin di satu waktu, duduk terlalu lama di depan kipas angin atau di dalam ruangan yang ber-AC, menghindari mandi di malam hari terutama saat musim dingin. Mereka juga percaya bahwa apabila seseorang bekerja terlalu keras hingga “overheated” kemudian tiba-tiba mendinginkan badannya secara cepat, perubahan suhu yang mendadak ini dapat mencetuskan kejadian rematik.

Hubungan Rematik dan Kepribadian Seseorang

Kepribadian seseorang dapat berpengaruh terhadap metabolisme tubuh dan jenis penyakit yang dibawanya, karena tipe kepribadian tertentu punya kelemahan tubuh di area tertentu. Orang yang rentan terkena rematik adalah yang berkepribadian “cold nature” atau “windy nature”. Ibnu Sina juga mengatakan hal yang serupa, bahwa orang dengan kepribadian phlegmatic cenderung mudah terkena rematik.

Menelaah suatu penyakit dari berbagai sisi; kedokteran, sosial, kultur, lingkungan dsb akan membawa kita kepada pemahaman yang utuh akan gejala yang sedang terjadi pada tubuh untuk kemudian menerapkan terapi yang dengan pendekatan yang menyeluruh.


Sumber: Judy F Pugh. “Concepts of arthritis in India’s medical traditions: Ayurvedic and Unani perspectives”. Social Science & Medicine Jornal. Vol 56, Issue 2, January 2003, p. 415-424.

Wednesday, March 12, 2014

Katanya Allah Maha Besar

Guru saya suatu hari berkata, "Banyak orang yang sholat tapi shalatnya tidak membawa kebaikan bagi dirinya, bahkan makin jauh dari Tuhan, karena dia bohong dalam sholatnya. Berpuluh-puluh kali dia katakan 'Allahu Akbar' dalam sholat tapi dalam keseharian hatinya masih terombang-ambing oleh urusan dunia…"

Kita seringkali baru sekedar berkata di lisan "Allahu Akbar - Allah Maha Besar", padahal seharusnya diiringi dengan kesadaran bahwa Ia lebih Besar kuasanya dibanding semua problematika hidup yang mengelilingi. Diberi ujian anak sakit lantas panik, diberi fenomena konflik dengan rekan sekantor atau famili kemudian jadi pikiran berhari-hari hingga mengganggu konsentrasi sholat, dihadirkan pasangan hidup malah sering cekcok. Ah, benar firman-Nya dalam Al Quran bahwa manusia itu makhluk yang banyak berkeluh kesah, astaghfirullah….

Tuesday, March 11, 2014

I Wish I Believe In Life After Death

Siang kemarin saya berbincang dengan seorang perempuan Belanda yang berkunjung ke rumah dalam rangka sebuah program sosial yang bertujuan untuk membantu orang yang baru datang ke Belanda agar bisa berintegrasi dengan lebih baik. Sang ibu yang tampak energik di usianya yang ke-65 tahun, masih naik sepeda kemana-mana dengan dandanan yang trendi tak kalah dengan anak muda dan postur yang atletis berbagi sepenggal ceritanya yang membuat saya tertegun.

Dua tahun yang lalu suaminya yang terkasih meninggal karena kanker tiroid, penyakit yang tiba-tiba datang dan memporak-porandakan badannya dalam waktu 7 minggu saja, "we didn't saw it coming.." katanya lirih, sembari menceritakan betapa ia dan suaminya menjalani kehidupan rumah tangga yang bahagia selama 42 tahun, mempunyai 2 anak dan 2 cucu, dan sudah merencanakan liburan sana-sini, renovasi rumah dan seabreg kegiatan yang akan dilakukan bersama lainnya.

"When you lost someone that have shared 42 years of togetherness in love, you'll feel like there's a big piece of you that is missing. Of course i'm happy now with my children and cute grandchildren, but i am happier when he was around…" tuturnya sendu. "I'm not into religion, therefore i don't really believe in the life after death, i wish i do now so i know i have hope that we'll be together again…"[]