Sunday, February 28, 2016

Segalanya Adalah Obat Bagi Diri

"Barangkali ada yang terkesan kontra produktif padahal ada obat disitu"
- Zamzam AJT , Mursyid Penerus Thariqah Kadisiyah

Setahun awal saya mboseh sepeda sana-sini di negeri kincir angin yang anginnya bisa bikin baling-baling pembangkit tenaga angin sebesar itu bisa berputar kencang, sempet terpikir untuk beli mobil, motor, sepeda elektrik apapun yang bisa membuat aktivitas keluar dan mengantar anak-anak beraktivitas bisa lebih ringan. Di negera ini empat musim bisa terjadi dalam sehari, pagi dingin luar biasa dengan jalanan diliputi es, siang bisa terang benderang bagaikan di musim panas, tiba-tiba sore hujan deras dan mendung menggantung di langit. Butuh waktu dua tahun bagi saya untuk membiasakan diri memakai kostum yang tepat di tengah-tengah cuaca yang bisa berubah tiba-tiba, pantas saja orang-orang sini sangat rajin melihat ramalan cuaca, sesuatu yang saya paling males lihat dulu sewaktu di Indonesia, karena ngga ngaruh.

Nah, kembali dengan aktivitas memboseh ini, dengan loading penumpang yang total bisa mencapai lebih dari 30kg lumayan membuat otot-otot betis mengembang. Yang paling menantang adalah kalau harus antar si sulung sekolah pagi di hari yang dingin, hujan dan disertai angin kencang. Wajah basah kuyup disiram air yang ditiup angin kencang dan tak jarang saya tiba dalam kondisi terengah-engah ke sekolah yang hanya berjarak kurang dari 1,5 km. Nah kalau sudah begini kembali tercetus keinginan beli kendaraan yang bisa melaju lebih kencang dengan upaya seminim mungkin, kalau perlu beli karpet terbang!

Tapi godaan membeli kendaraan yang lebih cepat itu kemudian mulai sirna seiring dengan datangnya kesadaran yang disampaikan lewat guru saya, di dalam segala sesuatu dalam hidup ada obat untuk jiwa dan raga kita. Memang saya mengakui saya sempat berpikir alangkah akan lebih produktifnya hari saya jika saya punya kendaraan maka saya akan bisa ke sana-sini sambil terlintas di pikiran beberapa tempat tujuan supaya si emak ini bisa mengembangkan sayapnya. Namun baru sadar bahwa Tuhan menakdirkan saya menggerakkan segenap otot untuk bersepeda sebagai bagian dari penyembuhan penyempitan pembuluh darah di sekitar betis yang mulai saya rasakan gejalanya saat saya bekerja di Jakarta dengan kondisi terlalu banyak duduk. Dimulai dengan rasa dingin di ujung jari kaki dan semakin merambat ke tungkai hingga kadang merasa nyeri dan sekarang semua gejala itu hilang dan saya diselamatkan dari operasi pembuluh darah dengan berkegiatan yang sehat.

Dengan kesadaran itu saya menjadi lebih bersemangat sekarang bersepeda ke mana pun, Utrecht dan kota Amsterdam bagian lain sudah dijajal lengkap dengan pakaian khusus saat hujan. Ternyata sebuah kesadaran bisa mencahayai aktivitas kita apapun itu. Sekarang kita bisa coba renungkan sekian banyak aktivitas keseharian yang kita anggap "nothing"atau bahkan membuang waktu. Misal kemacetan yang harus diterjang dalam keseharian, mencuci piring dan mencuci setumpuk pakaian kotor, membereskan mainan anak-anak yang secara ajaib selalu punya cara untuk keluar dari boxnya dan berserakan di lantai, you name it. Semua itu adalah tangga menuju Tuhan, jika kita mau menjalani dengan berdzikir. Ayo kita mulai! ;)

Saturday, February 27, 2016

Kasih Tuhan Lebih Besar Kepada Anak Kita

Seorang ibu menangis tersedu-sedu dilanda kesedihan karena anak semata wayangnya meninggal dunia di usia remaja. Usai berdoa di depan pusara sang buah hati ibu ini mendekati sang pemuka agama dan terjadi dialog yang indah di antara mereka.

"Pak ustadz, apakah anak saya akan masuk surga?"

"Apakah ibu mencintai anak ini? "

"Tentu saya mencintainya dengan sepenuh hati."

"Apakah Allah mencintai anak ibu?"

"Saya yakin Dia Yang Maha Kasih  mencintai anak saya"

"Apakah cinta-Nya tidak sedalam cinta ibu kepadanya?"

Tangis sang ibu pecah kembali...

"Jangan khawatir bu, anak ibu insya Allah berada dalam kasih-Nya."

---

In memory of my late father. All my life i will remember you with much love because you were a great father. I love you and wishing you to rest in peace knowing that you are in a good hands of God.

 

Friday, February 26, 2016

Dua Pondasi Dasar Yang Dapat Mengubah Dunia

Ada dua hal landasan penting yang diajarkan oleh Rasulullah SAW di awal dakwah Islam di Mekkah, yaitu tauhid dan iman kepada hari akhir. Dua hal yang saling berkaitan satu sama lain. Dengan landasan kokoh itulah Islam menyebar melalui karakter dakwah yang luar biasa dari para pengikutnya, mereka digambarkan sebagai orang-orang yang siang bagaikan singa: bekerja keras dan tidak takut mati sedangkan apabila malam tiba mereka bagaikan pertapa yang bisa menangis tersedu-sedu di hamparan sajadahnya masing-masing.
Landasan tauhid yang kokoh membuat seorang insan selalu ingat bahwa apapun yang menimpanya adalah datang dari tangan-Nya, dengan persaksian "laa ilaa ha ilallah" yang diulang setidaknya 17 kali setiap harinya, seorang hamba ditempa untuk senantiasa menghadapkan wajahnya kepada Sang Pencipta alih-alih tertawan pada ciptaan-Nya. Kesadaran bahwa diri kita, orang tua, keluarga, pasangan, talenta, kesulitan hidup, kebahagiaan dan apapun yang hadir hanya bisa mewujud melalui kehehendak dan kekuasaan-Nya inilah yang membuat seorang muslim dilatih untuk tidak terlalu berduka manakala cobaan hidup menerpa tetapi juga tidak terlalu terlarut dalam kesenangan yang memabukkan manakala pintu-pintu kesenangan dunia dibukakan untuknya.
Kemudian manakala tauhidullah itu disandingkan dengan iman kepada hari akhir, maka ia akan melepaskan diri dari segala sebab musabab yang melingkupi dirinya untuk 'bertransaksi' kepada Sang Pencipta dengan pengharapan kehidupan di alam akhirat yang jauh lebih kekal dan lebih baik.
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu’min, diri dan harta mereka dengan memberikan syurga untuk mereka”. (At Taubáh: 111)
Orang yang seperti ini tidak akan sungkan-sungkan untuk menginfakkan hartanya sebanyak mungkin - dalam perhitungannya yang adil - sebagai investasi hari akhir.
Orang yang meyakini kehidupan akhirat juga ngga akan itungan: kalau ia berbuat baik ya kepada siapa saja termasuk kepada orang yang mungkin pernah menyakitinya, karena yang ia kejar adalah berbuat kebaikan sebanyak mungkin dan menyenangan Sang Pemilik Hari Akhir.
Orang yang yakin kepada akhirat etos kerjanya luar biasa, jjika ia digaji 10 juta rupiah maka nilai kerjanya akan 10 juta plus, karena ia meyakini yang plusnya itu bisa menjadi cahaya yang menerangi alam berikutnya.
Dengan mentalitas seperti inilah kebudayaan Islam tumbuh pesat hingga pernah menjadi mercu suar peradaban dunia. Mentalitas manusia-manusia yang tertempa dengan pancaran tauhidullah dan iman kepada hari akhir yang membuat apapun yang mereka pegang mereka lakukan dengan sepenuh hati dan kemampuan, apakah itu petani, politisi, pengajar, pedagang dan lainnya, sungguh suatu etos kerja yang luar biasa yang ditampilkan oleh para 'singa di siang hari' ini.
Maka jika kondisi umat Islam seperti buih yang centang perenang, tidak ada wibawanya bahkan malah kebanyakan membawa citra yang kurang baik di era sekarang, terbukti sudah sabda Rasulullah SAW berabad-abad lalu yang mengatakan :
“Nyaris orang-orang kafir menyerbu dan membinasakan kalian, seperti halnya orang-orang yang menyerbu makanan di atas piring.” Seseorang berkata, “Apakah karena sedikitnya kami waktu itu?” Beliau bersabda, “Bahkan kalian waktu itu banyak sekali, tetapi kamu seperti buih di atas air. Dan Allah mencabut rasa takut musuh-musuhmu terhadap kalian serta menjangkitkan di dalam hatimu penyakit wahn.” Seseorang bertanya, “Apakah wahn itu?” Beliau menjawab, “Cinta dunia dan takut mati.” (HR. Ahmad, Al-Baihaqi, Abu Dawud)

Thursday, February 25, 2016

Gampang Untuk Tidak Bahagia

Jadi tidak bahagia itu gampang sekali, yang kita lakukan adalah mengeluh dan terus merasa tidak puas: tidak puas dengan jumlah uang di tabungan kita, makan ati sama pasangan hidup, ngedumel tentang anak atau pekerjaan, pokoknya seakan-akan setiap komponen yang melekat dalam hidup kita tidak ada bagus-bagusnya, termasuk tidak puas dengan wajah kita juga episode sakit yang sedang diderita. Gampang sebenarnya tugas si iblis yang dari awal koar-koar "aku akan mendatangi manusia dari depan-belakang-kiri- dan kanan dan Engkau akan mendapati kebanyakan mereka tidak bersyukur"(QS Al A'raaf [7]:17)

Salah satu cara cepat yang kebanyakan orang masuk ke dalam perangkap ini untuk sekadar menutupi ketidakbahagiaannya adalah dengan upaya membeli sesuatu, apapun yang membuat hatinya senang sesaat namun hanya bersifat simtomatik, seperti halnya mengobati radang usus buntu hanya dengan memakan anti nyeri padahal dibutuhkan intervensi yang tepat.

Perangkap lain supaya orang merasa ada sedikit penawar hati terhadap persepsi kebahagiaannya adalah dengan berandai-andai dan mengharap-harap akan suatu obyek atau kejadian yang belum datang. Misal, "kalau lulus aku akan lebih bahagia.";  "kalau anakku sudah menikah aku akan plong"; "kalau aku bisa membiayai orang tuaku naik haji tuntas sudah keinginanku" atau "kalau aku punay ini-itu akan lebih keren atau lebih mudah hidup."Apapun itu segala sesuatu yang belum dihadirkan di tangan kita. Tentu boleh merencanakan sesuatu namun dalam perencanaan itu ada batas tipis yang bisa membuat hati kita tertambat pada bayangan rencana indah itu dan luput dari sekian banyak nikmat-Nya yang tiada tara yang kita peroleh setiap saat. Nikmat hidup, bisa bernafas, bisa melihat, jantuang berdenyut normal, kaki dan tangan dapat digerakkan dengan baik, silakan dibuat daftar, dijamin banyak yang luput dari pengamatan kita.

'Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak dapat menentukan jumlahnya."
(QS an Nahl: 18)

Puas dengan apa yang ada adalah salah satu kunci kebahagiaan hidup. Sebenarnya tidak sulit, yang dibutuhkan adalah kemauan untuk melihat sesuatu dari arah lain, yang lebih positif dan fokus dengan kelebihan yang ada di tangan kita masing-masing. :)

Wednesday, February 24, 2016

Adab Mencari Nafkah

"The things you own end up owning you"
- Fight Club

Teman saya yang sudah menempati posisi tinggi di sebuah perusahaan multinasional berkata, "Dulu saat gaji saya satu juta delapan ratus ribu rupiah per bulan saya dan istri hidup sangat bersahaja, kami kerap harus menahan keinginan untuk membeli ini dan itu karena menyadari kemampuan finansial kami yang terbatas. Kemudian saya bekerja keras dan saat ini meraih posisi setingkat direktur dengan gaji lebih dari lima puluh juta per bulan. Saya pikir dengan gaji sebanyak ini saya bisa punya lebih 'space' untuk tidak merasakan 'pas-pasan' lagi, tapi ternyata seiring dengan meningkatnya penghasilan secara tidak sadar gaya hidup kami berubah dengannya otomatis pengeluaran pun bertambah, sehingga gaji saya yang sekarang ada dirasa sama-sama pas-pasannya dengan dahulu..."



Kita berada di awal era informasi yang bergerak dengan kecepatan super dan membuat kita tergagap-gagap karenanya. Ragam informasi yang membanjiri pikiran kita melalui panca indera demikian mudah membuat kita menjadi seakan-akan kurang bahagia dengan memiliki pikiran, "Kalau aku ITU aku dan keluarga akan lebih bahagia", silakan pasangkan ITU dengan sekian banyak obyek yang paling menyentuh diri kita pada saat ini: bisa jadi rumah yang diimpikan, kendaraan yang diidamkan, gadget baru yang itu dan sekian banyak hal yang ingin dimiliki yang bisa jadi ngga perlu-perlu banget. Kemudian secara tidak sadar seseorang mengidentifikasikan dirinya dengan obyek-obyek yang ia miliki.

Konsumerisme telah merubah gaya hidup kita dan pada tahap tertentu bisa menjadi 'kiblat' kita setiap harinya. Akibatnya keputusan kita membeli sesuatu lebih dominan didasari karena ingin terlihat happy, sukses dan hebat di mata orang banyak.

Teman saya yang sudah direktur itu kemudian menyadari bahwa ia sudah terjebak pusaran arus konsumerisme selama ini, maka secara bertahap ia mulai mengubah gaya hidup dan teman-temannya . Sekarang dengan gajinya itu dia memiliki banyak ruang untuk menyalurkan hartanya pada kegiatan sosial, sesuatu yang hanya dilakukan dengan sambil lalu sebelumnya. Dia menyadari sekarang bahwa kebahagiaan sejati terletak manakala ia bisa berbagi dengan yang lain. Memang tidak mudah ia bilang untuk 'melawan arus' orang kebanyakan yang punya stereotipe tertentu tentang kesuksesan, manakala ia berkendara dengan mobil Jepang keluaran tahun 2012, ada saja mulut usil yang komentar "Wah direktur mosok pake mobil taksi, pake mobil mewah buatan Eropa dong!". Teman saya yang budiman ini untungnya sudah kebal dikatain begitu, "Anjing menggonggong kafilah berlalu..." katanya ringan.


Sunday, February 21, 2016

Mengapa Indonesia Terpuruk?

Salah satu penyebab Negeri Indonesia terpuruk adalah banyak orang yang memilih pekerjaan yang tidak sesuai dengan panggilan hatinya, bisa karena demi gengsi ingin dianggap 'sukses' berdasarkan pakem orang kebanyakan atau sekadar mendulang harta yang tidak akan terpuaskan dahaganya hingga kapanpun. Seorang polisi yang tidak menghayati profesinya kemudian jadi tukang palak bagi warga yang seharusnya diayomi, seorang pegawai yang tidak menikmati pekerjaannya jadinya asal bekerja, kalau perlu sering bolos dan mengerjakan segalanya asal selesai, seorang guru atau dosen yang kegiatannya hanya sekadar nyambi di sela-sela proyek besar yang dikejar pastilah kualitas mengajarnya tidak bisa diharapkan, dengan demikian bisa dibayangkan mutu anak didik yang dihasilkan seperti apa.
Bicara mengenai kegiatan mengajar, saya ingin bercerita kisah seorang yang saya kagumi, seorang dosen sederhana yang sangat mencintai profesinya. Kalau sang dosen ini akan mengajar selama dua jam, maka persiapannya bisa berminggu-minggu dengan melalap minimal delapan hingga sepuluh 'text book' asing. Beliau berkata, "Kebahagiaan terbaik buat saya adalah saat melihat wajah mereka (anak didiknya) cerah karena mengambil manfaat ilmu yang dipelajari."
Sungguh jarang kita menemukan pribadi yang bisa menginspirasi seperti beliau. Dan saya sangat beruntung memiliki beliau sebagai salah satu guru saya...

Kekuatan Cinta dan Komitmen

"Commitment is an act, not a word."
- Jean Paul Sartre

Kisah cinta selalu menyentuh hati dan menuai inspirasi, salah satunya adalah kekuatan komitmen dan kemauan kuat yang menggerakkan sang pecinta untuk melakukan apapun, menempuh apapun dan menerjang apapun demi bersama sang kekasih.

Kekuatan kuat dan kesungguh-sungguhan (azman) ini baru terlihat saat dilebur dalam bara ujian. Karena sangat mudah untuk berkoar-koar "i love you" atau aku sayang kamu pada saat kondisi keuangan stabil, semua tercukupi dan konflik relatif teratasi. Namun jika ungkapan sayang yang sama masih terucap saat sebuah pasangan telah melalui badai yang hampir menghempaskan mereka, saat itulah kesungguhan cintanya nampak. Bagi orang tua yang anaknya baik, nurut, dan sehat-sehat saja sangat mudah untuk mencintai makhluk-makhluk lucu itu, akan tetapi saat anak ngadat, sakit, rewel dan bahkan membangkang dan orang tua masih bisa menghadapi dengan penuh kelembutan dan kasih sayang, maka ternampakkanlah kadar cintanya.

Tuhan pun demikian kepada hamba-hamba-Nya, bukan suatu kebetulan atau semata-mata 'gara-gara Hawa atau Iblis' bahwa Adam a.s. diturunkan ke muka bumi, bukankah  semenjak awal rencananya adalah "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan di bumi seorang khalifah "(QS Al Baqarah [2]:30). Adam a.s. makhluk sempurna yang dianugerahi sekian banyak pengetahuan yang membuat para malaikat sujud memang harus menempuah episode kehidupan dunia yang jauh berbeda dengan kenyamanan surgawi yang pernah dinikmatinya. Di surga makanan datang sendiri, Adam tidak perlu susah payah untuk sekadar makan, surga adalah tempat yang damai, aman tentram jauh dari konflik dan peperangan. Tapi semua itu tidak bisa menumbuhkan suatu kualitas yang hanya bisa ditumbuhkan di atas tanah yang penuh prahara dan keguncangan, tanah bumi. Dan kualitas yang ditumbuhkan adalah kemauan kuat tadi.

"Dan sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu, maka ia lupa (akan perintah itu) dan tidak Kami dapati padanya kemauan yang kuat (azman)."(QS Thaaha [20]:115)

Seorang Adam a.s. yang dikaruniai pengetahuan setinggi langit pun ternyata dapat relatif mudah digelincirkan oleh tipu daya Iblis untuk melanggar perintah Tuhannya yang tidak memperbolehkan mendekati bahkan memakan buah dari pohon Khuldi semata-mata karena belum terbentuk kemauan yang kuat dalam diri Adam a.s. pada saat itu, suatu kualitas yang kelak beliau akan raih saat melalui masa-masa perjuangan panjang di muka bumi.

(Terinspirasi dari tausiyah Kang Zamzam AJT, Mursyid Penerus Thariqah Kadisiyyah yang disampaikan 6 Februari 2016.)

Sunday, February 14, 2016

Curahan hati ibu untuk anaknya mengenai seks dan homoseksualisme

Anak-anakku tersayang,
Pahamilah bahwa raga ini bukan mutlak milik kita, kehidupan dan segala perlengkapan yang kita gunakan semata-mata pinjaman dari-Nya,
Maka sebagai peminjam, sudah selayaknya kita menjaga baik-baik segala fasilitas hidup ini dan digunakan sesuai dengan aturan main yang ditetapkan oleh Sang Pemilik Hidup.

Anak-anakku terkasih,
Akan datang saat dimana kalian akan merasakan dan menyaksikan berbagai perubahan dalam tubuh dan mulai merasakan desir gairah seksual. It's okay honey, itu sangat normal, jangan takut memang Yang Kuasa sudah menyetel manusia demikian adanya untuk menjaga kelangsungan hidup manusia. Namun gairah syahwat yang membara itu kalau tidak dikendalikan bisa sangat merusak pikiran, jiwa dan raga kalian, bahkan bisa mencederai masa depan kalian.

Ada kisah nyata yang tercantum dalam naskah kuno bernama Kitab Nabi Idris, tentang suatu masa ketika beberapa oknum malaikat langit bernafsu melihat perempuan-perempuan yang cantik di muka bumi lalu mereka menggaulinya dan hasilnya melahirkan keturunan yang berupa raksasa yang merusak bumi sedemikian rupa sehingga akhirnya Allah Ta'ala mengirimkan banjir besar  untuk membersihkan bumi dari segala kenistaan yang sempat ada. Percampuran malaikat yang dikenal dengan makhluknya yang suci dari alam malakut tidak diperkenankan oleh Yang Kuasa, kenapa? Karena Dia sudah mempunyai rencana untuk setiap ciptaan-Nya dan percayalah bahwa rencana-Nya selalu membawa kebaikan yang abadi.

Anakku sayang, demikian juga dalam hidup kita, ada batas-batas yang patut kita kenali, mana hal-hal yang Allah sukai mana yang tidak, hendaknya kita senantiasa mencari jalan untuk membuat Dia senang dan ridho, itulah jalan keselamatan, jalan menuju kesejatian cinta. Ada tujuan spesial dari penciptaan masing-masing manusia, kenapa dia dilahirkan dalam raga perempuan, kenapa yang lain dalam raga laki-laki, masing-masing punya peran yang harus dimainkan dalam kesempatan kehidupan di dunia yang hanya sekali ini. That's right, we only have one shot, so let's make sure we don't screw this up! Maka baca dan pahami dulu aturan main dalam kehidupan yang telah Dia tetapkan dan kemudian kita berupaya sekuat tenaga untuk menjadi ciptaan-Nya yang baik.

Anak-anakku, belahan jiwa mama. Kalian akan menghadapi jaman dan masa yang berbeda dengan apa yang mama hadapi, di masyarakat yang mengusung kebebasan menjadi agama dan membalut perzinaan (seks di luar nikah) dengan label cinta. Mama akan berbohong kalau bilang mama tidak khawatir. Tapi mama lebih percaya perlindungan-Nya lebih Maha Canggih dibanding konspirasi atau plot secanggih apapun untuk menyesatkan kalian. Untuk itulah mama tidak pernah putus berdoa setiap saatnya, memohon kebaikan dan keselamatan bagi kalian. Dan kalaupun, naúdzubillahimidzaalik, kalian terpeselet dan khilaf, kalian akan selalu jadi cinta dan anak sayang mama, cinta mama untuk kalian lebih besar dibanding apapun kesalahan yang dilakukan. Mama akan selalu terbuka dan siap diajak bicara, mama tidak akan men-judge kalian, melabeli kalian 'terkutuk, sesat' atau semacamnya, biarkan itu jadi wilayah Tuhan, juga mama tidak akan mendiskreditkan kalian dengan perkataan semacam "yuks!atau  jijik!" karena sekali lagi cinta mama terlalu besar sehingga tidak mungkin ada ruang untuk membenci.

Tugas mama adalah menyampaikan kebenaran, sepahit dan setidak enak apapun kedengarannya.
But above all, i choose to be loving than just to be right.

Meanwhile, just enjoy your childhood and have as much as happy moment together :)
Dari mama yang selalu mencintaimu

Friday, February 12, 2016

There are things in life that only time can tell

"Adopt the pace of nature, her secret is patience"
- Ralph Waldo Emerson

Alam adalah makhluk Tuhan yang berserah diri, oleh karenanya harmoni jagad raya terwujud dan kita manusia dapat ikut menikmatinya.

"Tidak mungkin bagi matahari mengejar bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Masing-masing beredar pada garis edarnya."(QS Yaasiin [36]:40)

"Dan aku diperlihatkan jalur edar matahari dan rembulan, bagaimana mereka terbit dan kapan terbenam, sungguh masing-masing menetapkan diri dalam orbitnya dan menjaga keselarasan satu sama lain, sesuai dengan amanah yang diembankan kepada mereka bersama."
(Penglihatan Nabi Idris a.s. saat beliau diangkat ke langit, tercantum dalam Kitab Nabi Idris 41:5)

Semua membutuhkan proses, ada rentang waktu dan jarak yang harus ditempuh, demi menyerap pesan-Nya dengan baik.
Ada alasannya kenapa dibutuhkan waktu rata-rata 9 bulan bagi janin untuk tumbuh dengan sempurna, ada hikmahnya mengapa perkembangan manusia bertahap dari bayi, toddler, remaja, dewasa awal hingga manula, semua refleksi dari Dia yang mencipta alam semesta dalam enam masa, padahal Dia sangat-sangat berkuasa untuk mempercepat penciptaan dalam sekejap. But then we will probably missed the details...

Ada pesan yang tersembunyi dibalik segala penantian kita: ada yang mendambakan jodoh, ada yang menunggu-nunggu datangnya momongan, ada yang mengharapkan perbaikan kehidupan atau mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Kita bergulat dengan seribu satu episode penantian dalam hidup yang kadang mau tidak mau hanya bisa ditempuh setelah menempuh sekian lama perjalanan, only time can tell. Kunci menjalaninya dengan suka cita adalah dengan ikhlas. Because happiness is a choice, kita tentu tidak bisa menghindarkan diri dari kepayahan dan rasa lelah akan penantian dalam hidup, tapi diri kita sendiri yang menentukan apakah kita menjadi tersiksa dengannya atau tidak.

"Dan mintalah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan sholat. Dan sesungguhnya yang demikian itu berat kecuali bagi orang-orang yang khusyuk." (QS Al Baqarah [2]:46)


Wednesday, February 10, 2016

Mengidentifikasi Misi Hidup

Setiap jiwa yang terlahir ke muka bumi membawa misi hidupnya masing-masing, sebuah dharma suci yang Sang Pencipta kalungkan pada saat semua ciptaan sejak manusia pertama hingga manusia terakhir yang akan dilahirkan suatu saat nanti bersaksi di hadapan Rabbul 'Aalamiin dan bersaksi "Balaa Syahidna", peristiwa ini direkam dalam ayat Al Qur'an surat Al A'raaf [7]:172.

Apakah kemisian itu?
Kenapa manusia perlu melakukan sesuatu untuk Tuhan Yang Maha Kuasa, dia toh tidak butuh makhluk untuk sekadar mencipta apalagi melakukan sesuatu, bagi-Nya "kun" dan apapun terjadi.
Jika demikian, tugas yang dirancang untuk dilakukan pada hakikatnya mestilah bukan semata-mata untuk-Nya. Ada informasi yang menarik tentang 'kebutuhan' Allah yang tertuang di dalam Hadits Qudsi, "Aku dahulu adalah khazanah yang tersembunyi (khanzun mahfiy), Aku rindu untuk dikenali, maka Aku ciptakan makhluk agar melalui itu Aku dapat dikenali." Bayangkan, Dia Yang Maha Kaya, Maha Kuasa memenuhi kebutuhannya sendiri mempunyai keinginan yang hanya bisa dipenuhi oleh keberadaan makhluk seperti kita-kita ini.

What is so special about human being?
Apa istimewanya kita sehingga keberadaan kita bisa menjadi jembatan untuk mengenal-Nya.
Lalu apa kaitannya niatan awal dari penciptaan manusia ini dengan kemisian yang diemban oleh setiap insan?
Apakah jika seseorang berhasil memenuhi misi  hidupnya maka ia juga otomatis memenuhi karsa-Nya supaya bisa menjadi perantara untuk mengenal Dia Sang Maha Pecinta?
Lalu, apa konkritnya misi hidup itu? Apakah suatu profesi tertentu? Peran tertentu? Kapan kita bisa mendapat konfirmasi bahwa misi hidup kita sudah tercapai?

Untuk menjawab semua pertanyaan itu mari kita mulai dari awal perjalanan hidup kita. Dari mana kita berasal. Kita tidak diberikan pilihan dari orang tua mana kita akan dilahirkan, di belahan dunia mana, warna kulit kita, paras wajah kita dan sekian atribut yang melingkupi dunia kita. It's all given.
Semua sudah diperhitungkan dengan cermat dalam pengetahuan-Nya, karena setiap insan membawa benih yang laiknya tumbuh berkembang dalam dharma sucinya, maka Sang Penanam Benih tahu betul mana tanah yang pas agar sang benih dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Jadi, orang tua kita bagaimana pun mereka adalah lahan yang paling baik untuk bertumbuhnya potensi suci kita masing-masing. Ya, orang tua kita dengan semua 'hitam-putih'nya, beserta semua 'happy and less happy' moment atau bahkan ada beberapa anak yang mengalami trauma masa kecil 'diakibatkan' orang tuanya, semuanya tetap bagian untuk menumbuhkan si jiwa. Karena boleh jadi dalam keadaan yang tampaknya buruk dan berat justru dibutuhkan untuk memecahkan cangkang si benih agar inti benih bisa tumbuh melesat keluar.

Guru saya berpesan, "Anak tangga menuju Tuhan ada dalam apapun yang telah Dia takdirkan ke dalam hidup kita." Maka penting untuk menyediakan ruang senyap di antara waktu-waktu sibuk kita untuk sekadar mengendapkan semua hal yang telah terjadi dan melihat 'big picture'dan pesan Ilahiyah yang terkandung di dalamnya, karena setiap kejadian dalam hidup kita seperti keping-keping puzzle yang harus dirangkai sedemikian rupa hingga mulai terbaca gambar apa yang sedang kita rangkai, gambar itu adalah informasi tentang diri kita sendiri dan kemisian hidup adalah awalnya. Sebagaimana dikatakan "awaluddiina ma'rifatullah"(awal beragama adalah makrifatullah) dan tidak mungkin bisa mengenal-Nya tanpa pengenalan yang baik akan diri sendiri.

Amsterdam 10 Februari 2016
15.54

Tuesday, February 9, 2016

Renungan Menjelang Usia 40 Tahun

Mendekati usia 40 tahun Qomariyah saya yang akan jatuh 19 Jumadil Awal tahun depan saya dibuat kembali banyak merenung, perasaan yang mirip dirasakan saat awal pencarian hidup saat saya berusia 13 tahun.

Saya meyakini usia empat puluh tahun adalah titik krusial dalam hidup manusia, sedemikian rupa sehingga dalam Al Qur'aan surat Al Ahqaf [46]:15 dikatakan:

"Dan Kami wajibkan manusia berbuat baik kepada kedua ibu bapanya; ibunya telah mengandungnya dengan menanggung susah payah dan telah melahirkannya dengan menanggung susah payah. Sedang tempoh mengandungnya berserta dengan tempoh menceraikan susunya ialah dalam masa tiga puluh bulan. Setelah dia besar sampai ke peringkat dewasa yang sempurna kekuatannya dan sampai ke peringkat umur empat puluh tahun, berdoalah dia dengan berkata: Wahai Tuhanku, ilhamkanlah daku supaya tetap bersyukur akan nikmatmu yang engkau kurniakan kepadaku dan kepada ibu bapaku dan supaya aku tetap mengerjakan amal soleh yang Engkau ridhai; dan jadikanlah sifat-sifat kebaikan meresap masuk ke dalam jiwa keturunanku. "

Di usia 40 tahun jiwa seseorang dikatakan telah sempurna kekuatannya, untuk melakukan apa?
Doa yang diajarkan adalah untuk bersyukur atas nikmat-Nya, bagaimana cara bersyukur? nikmat yang mana? Untuk mengerjakan amal sholeh yang mana?
Baris doa itu juga diapit oleh kewajiban untuk berbuat baik kepada orang tua, dua manusia mulia tempat kita berasal, seolah-olah kita diajak merenungi asal kejadian kita dan perihal alam yang telah kita lewati - alam rahim - dan segala hal yang membentuk kita hingga sekarang. Juga diikuti o leh permohonan untuk mendapatkan kebaikan bagi keturunan kita. Our past, present and future wrap in one single contemplation moment.

Bicara tentang bersyukur, saya yakin ini kata kunci besar yang patut dipelajari dengan serius sehingga kita tidak sekadar berasumsi sudah menjadi hamba-Nya yang bersyukur, karena sungguh akan amat sedikit orang yang benar-benar bersyukur. Sesuai janji iblis, “Iblis menjawab, ‘Karena Engkau telah menyesatkanku, pasti aku akan selalu menghalangi manusia dari jalanMu yang lurus. Aku pun pasti akan mendatangi mereka dari depan, belakang, kanan dan kiri mereka. Sehingga Engkau tidak akan mendapati kebanyakan manusia bersyukur,” (QS. Al-A’raf: 16-17).

Menjelang usia 40 tahun qomariyah.
Saya merenung sejenak, mencoba meluruskan niat, memohon pertolongan-Nya, memohon supaya tidak menjadi hamba-Nya yang tersesat, karena tarikan iblis dan hawa nafsu yang mencoba mencerabut kita dari kebersyukuran kepadanya. Dimulai dengan menerima dengan baik apapun yang sudah Ia hadirkan dalam hidup kita. Orang tua, saudara, raga yang ini, teman-teman yang itu, kegiatan yang ada, harta benda beserta seluruh permasalahan yang melingkupi, it's all in a package.
Saya terima ya Allah...terima kasih :)

Amsterdam, 9 Februari 2016
10.38

Thursday, February 4, 2016

Membangun Kecintaan Kepada Al Qur'an

Mursyid sepuh (Almarhum Bapak Suprapto Kadis) dulu seringkali menguji para muridnya saat berkumpul bersama, beliau akan menyebut kata kunci lalu dengan 'acak' meminta salah satu muridnya menyebut kata tersebut ada di surat apa dan ayat berapa dalam Al Qur'an. Demikian terus menerus setiap pengajian Sang Mursyid menggembleng anak-anaknya untuk belajar berkenalan dengan Al Qur'an, hingga lama kelamaan kami mulai hafal ayat-ayat yang sering ditanyakan Sang Mursyid, hingga tak pelak lagi beredarlah selebaran yang berisi daftar ayat-ayat yang sering ditanya Mursyid lengkap beserta kata kuncinya, semacam contekan bagi orang macam saya ini yang masih belum menjadikan membaca Al Qur'an sebagai sebuah panggilan hati, apalagi sebuah kenikmatan.

Empat belas tahun berselang, saya mulai tertarik untuk lebih mendalami Al Qur'an , juga terinspirasi oleh sang Mursyid penerus (Kang Zamzam) yang demikian besar kecintaan dan dedikasinya dalam belajar dan mempelajari Al Quran hingga akhirnya pada satu hari dalam sunyi hati saya memohon betul kepada Allah Ta'ala untuk diberikan kecintaan kepada Al Qur'an dan kekuatan untuk mempelajarinya. Dan gayung pun bersambut! Tidak lama dari saat saya berdoa, gairah saya untuk membaca kitab Al Quran timbul lagi, tidak sekadar membaca ayat demi ayat, juga membaca arti dan membuka konkordansi Al Quran, menelisik kaitan satu ayat dengan yang lainnya.

Hari ini, lima belas tahun berselang sejak saya pertama kali berguru kepada sang Mursyid sepuh, saya sedang mendengarkan rekaman pengajian Mursyid Zamzam tentang kajian Surat Al A'raaf, beliau menjelaskan arti alif-lam-miim-shaad dengan sedemikian rupa hingga membuat air mata saya mengalir dan tangan saya meraih Al Quran serta mendekapnya erat dekat di dada. Saya merasakan kesegaran yang luar biasa yang jarang saya dapatkan dalam pengajian umum atau buku-buku yang saya baca. Tetiba saya teringat betapa sang Mursyid sepuh selama ini dengan caranya semata-mata mengajak para muridnya untuk meraih mata air yang segar dari Al Qur'an , untuk mencintainya, menghayatinya lebih dari sekadar hafal di luar kepala tentang  ribuan ayat yang terkandung di dalamnya.

Hari ini, cuaca dingin dan angin kencang masih mencekam langit Amsterdam.
Tapi saya merasakan kehangatan yang luar biasa di dalam dada.
Terima kasih ya Allah...

Amsterdam, 4 Februari 2016
14.51

Wednesday, February 3, 2016

Sometimes Being Mom Is Simpy Being Tired

Tiga hari ini kondisi fisikku hampir di titik nadir, diawali dengan nyeri tenggorokan dan diikuti menggigil dan batuk-batuk dan pilek yang menghasilkan mucus kuning kehijauan (ewww).
Oh, sungguh ini salah satu tantangan saat kita tinggal di luar negeri, karena kalau kita butuh a day off di hari kerja maka solusinya ada meminta bantuan oppas atau gastouder, seseorang yang kita percaya untuk menjaga anak-anak dan itu tidak murah, harganya berkisar 4-5 euro per jam per anak.

Anak saya yang besar usianya 3,5 tahun, dia sedang gencar tahap kedua toilet training sejak dua hari lalu, dengan konsekuensi si emak membersihkan bekas pipis dan pup yang kadang masih belum pada tempatnya, so it is an additional stress for me. Anak bungsu yang usianya 1 tahun 9 bulan masih sangat lekat sama mamanya, mama bergerak sini dia ikut, mama duduk dia menghampiri dan minta digendong, sometimes i just need a space. Untunglah saat papanya anak-anak pulang i can buy that space, a very short one, saat mandi sementara anak-anak main diawasi papanya.

Today, i was thinking of raising a white flag, pengen pulang ke Indonesia sementara untuk recovery, secara di sana anak-anak banyak yang ngasuh, tapi ya pertimbangannya terlalu banyak: biaya, waktu, anak-anak bakal jauh sama papanya karena kalau bepergian keluar minimal 1 bulan dan tentu siapa yang akan menemani saya menjaga anak-anak menempuh perjalanan Amsterdam-Jakarta yang kadang bisa lebih dari 20 jam ? Too risky...Saya pun mengendapkan lagi keinginan mudik yang kerap naik-turun itu.

Now, back to present moment...
Mencoba menguatkan diri, melihat kelakuan anak-anak yang lucu sangat-sangat membantu.
Yah anak-anak, dunia mereka hanya bermain dan penuh keceriaan serta kepolosan, Elia yang sudah mulai mengerti mamanya sakit, karena saat saya batuk-batuk gledek dia mulai concern dan bertanya "Kenapa mama?" Saat saya bilang sakit dia cekatan bilang, "Ik ben dokter Elia"(saya dokter Elia) dan pura-pura menempelkan kepingan mainan Legonya seolah-olah sebagai stetoskop, kemudian dia menyodorkan tangan mungilnya sambil berkata, "Hier is medicijn..."(ini obatnya) sambil disuapkan ke mulut mama. Wuih rasanya langsung sembuh badan ini, well at least for temporary.

So, for them i stay strong and will always be strong,
Anak-anak laki-lakiku masih kecil dan masih butuh kehangatan dekapan ibu dan kasih sayang yang intens dari perempuan tempat raga mereka diinkubasi 9 bulan lamanya sebelum memasuki alam dunia. Saya terinspirasi saat membaca kisah Bung Karno dalam biografi yang ditulis Cindy Adams, disitu digambarkan betapa kasih sayang ibunda Sukarno menyelimuti Sukarno dan menjadi tanah yang subur untuk pertumbuhan bibit jiwa sang Putra Fajar.

Per hari ini saya dititipi amanah dua anak laki-laki untuk diurus sehari-hari, tidak saja raganya dirumat tapi juga menjaga fitrah jiwanya, sungguh tugas yang tidak mudah, sangat-sangat butuh pertolongan Allah. Karenanya setiap malam, ritual mengantar anak-anak tidur adalah saya bacakan Al Falaq, An Naas, Al Ikhlas, Surat Al Baqarah (5 ayat awal, ayat kursi, dan 3 ayat akhir),Al Fatihah serta shawalat diakhiri dengan pernyataan untuk menyerahkan kehidupan anak-anak sepenuhnya dalam pengawasan Sang Maha Kuasa, "Ini anak-anak-Mu Tuhan, hamba serahkan kehidupan mereka sepenuhnya dalam penjagaanmu."

Malam hari, satu-satunya saat tenang saya setelah berjibaku dengan anak-anak seharian, sayangnya kondisi fisik saya juga kadang ngga bisa catch up untuk bisa terus terjaga mengerjakan terjemahan, atau serangkaian shalat sunnah, i'm just a human being with a limited energy. But, i'll do my best, each and every day.
Kelelahan itu, kekesalan, kepenatan semua diterjang demi cinta saya sama anak-anak,
Sebagai perwujudan cinta saya kepada Dia yang menitipkan mereka.
I accept my fate, that sometimes being mom is simply being tired.
And i'm okay with it! ;)

Amsterdam, 3 Februari 2016
15.44

Tuesday, February 2, 2016

Bacalah! Bacalah! Bacalah!

Sukarno muda, saat berusia 15-an tahun menyewa kamar kost di kediaman keluarga Haji Oemar Said Cokroaminoto. Berdasarkan biografi Sukarno yang ditulis oleh Cindy Adams, kamar itu adalah kamar yang paling jelek, tidak ada jendela ataupun pintu. Demikian gelapnya kamar itu sehingga Sukarno kerap menyalakan lilin untuk sekadar membaca, walaupun itu di siang hari, ia sendiri menyebutnya mirip kandang ayam dibanding kamar yang layak untuk manusia. Di dalam kamar gelap dan berteman lilin itulah Sukarno mulai mengakrabkan diri dengan buku-buku yang ia pinjam dari perpustakaan Organisasi Teosofi, ia mendapatkan akses karena ayahnya adalah anggota di sana.

Proses 'meditasi'dalam kamar remang-remang ditemani berbagai macam buku inilah yang mulai melesatkan Sukarno, anak muda polos dari tanah Jawa yang mulai terbuka matanya melihat dunia, melalui buku itu ia katakan berkenalan dengan Thomas Jefferson, berusaha mendebat Abraham Lincoln, ikut menghanyutkan diri dalam suasana Revolusi Perancis dan membabat habis buku-buku retorika Yunani yang membuat dia mulai mengeraskan suaranya dari kamar gelap kecilnya itu untuk berpidato dengan bersemangat, sesuatu yang disambut oleh gelengan kepala oleh para tetangga kost-nya yang terletak di sekitar kamar Sukarno.

Saya sering membaca bagaimana buku bisa membuat seseorang terinspirasi yang kemudian menjadi lokomotif perubahan, setidaknya berubah untuk dirinya sendiri, untuk keluarga dan lingkungannya dan mungkin bagi beberapa orang yang memang tugasnya demikian, untuk mengubah dunia, betapa kuat pengaruh simbol huruf-huruf yang kita baca hingga bisa mengaktivasi sebuah proses transformasi!

Kalaupun ada hal yang saya bisa lakukan ulang saat masa kecil dan remaja saya adalah saya akan lebih banyak membaca buku-buku bermutu yang menginspirasi dan membuka cakrawala dunia.

Amsterdam, 2 Februari 2016
19.21