Sunday, February 28, 2016

Segalanya Adalah Obat Bagi Diri

"Barangkali ada yang terkesan kontra produktif padahal ada obat disitu"
- Zamzam AJT , Mursyid Penerus Thariqah Kadisiyah

Setahun awal saya mboseh sepeda sana-sini di negeri kincir angin yang anginnya bisa bikin baling-baling pembangkit tenaga angin sebesar itu bisa berputar kencang, sempet terpikir untuk beli mobil, motor, sepeda elektrik apapun yang bisa membuat aktivitas keluar dan mengantar anak-anak beraktivitas bisa lebih ringan. Di negera ini empat musim bisa terjadi dalam sehari, pagi dingin luar biasa dengan jalanan diliputi es, siang bisa terang benderang bagaikan di musim panas, tiba-tiba sore hujan deras dan mendung menggantung di langit. Butuh waktu dua tahun bagi saya untuk membiasakan diri memakai kostum yang tepat di tengah-tengah cuaca yang bisa berubah tiba-tiba, pantas saja orang-orang sini sangat rajin melihat ramalan cuaca, sesuatu yang saya paling males lihat dulu sewaktu di Indonesia, karena ngga ngaruh.

Nah, kembali dengan aktivitas memboseh ini, dengan loading penumpang yang total bisa mencapai lebih dari 30kg lumayan membuat otot-otot betis mengembang. Yang paling menantang adalah kalau harus antar si sulung sekolah pagi di hari yang dingin, hujan dan disertai angin kencang. Wajah basah kuyup disiram air yang ditiup angin kencang dan tak jarang saya tiba dalam kondisi terengah-engah ke sekolah yang hanya berjarak kurang dari 1,5 km. Nah kalau sudah begini kembali tercetus keinginan beli kendaraan yang bisa melaju lebih kencang dengan upaya seminim mungkin, kalau perlu beli karpet terbang!

Tapi godaan membeli kendaraan yang lebih cepat itu kemudian mulai sirna seiring dengan datangnya kesadaran yang disampaikan lewat guru saya, di dalam segala sesuatu dalam hidup ada obat untuk jiwa dan raga kita. Memang saya mengakui saya sempat berpikir alangkah akan lebih produktifnya hari saya jika saya punya kendaraan maka saya akan bisa ke sana-sini sambil terlintas di pikiran beberapa tempat tujuan supaya si emak ini bisa mengembangkan sayapnya. Namun baru sadar bahwa Tuhan menakdirkan saya menggerakkan segenap otot untuk bersepeda sebagai bagian dari penyembuhan penyempitan pembuluh darah di sekitar betis yang mulai saya rasakan gejalanya saat saya bekerja di Jakarta dengan kondisi terlalu banyak duduk. Dimulai dengan rasa dingin di ujung jari kaki dan semakin merambat ke tungkai hingga kadang merasa nyeri dan sekarang semua gejala itu hilang dan saya diselamatkan dari operasi pembuluh darah dengan berkegiatan yang sehat.

Dengan kesadaran itu saya menjadi lebih bersemangat sekarang bersepeda ke mana pun, Utrecht dan kota Amsterdam bagian lain sudah dijajal lengkap dengan pakaian khusus saat hujan. Ternyata sebuah kesadaran bisa mencahayai aktivitas kita apapun itu. Sekarang kita bisa coba renungkan sekian banyak aktivitas keseharian yang kita anggap "nothing"atau bahkan membuang waktu. Misal kemacetan yang harus diterjang dalam keseharian, mencuci piring dan mencuci setumpuk pakaian kotor, membereskan mainan anak-anak yang secara ajaib selalu punya cara untuk keluar dari boxnya dan berserakan di lantai, you name it. Semua itu adalah tangga menuju Tuhan, jika kita mau menjalani dengan berdzikir. Ayo kita mulai! ;)

No comments:

Post a Comment