Ada dua hal landasan penting yang diajarkan oleh Rasulullah SAW di awal dakwah Islam di Mekkah, yaitu tauhid dan iman kepada hari akhir. Dua hal yang saling berkaitan satu sama lain. Dengan landasan kokoh itulah Islam menyebar melalui karakter dakwah yang luar biasa dari para pengikutnya, mereka digambarkan sebagai orang-orang yang siang bagaikan singa: bekerja keras dan tidak takut mati sedangkan apabila malam tiba mereka bagaikan pertapa yang bisa menangis tersedu-sedu di hamparan sajadahnya masing-masing.
Landasan tauhid yang kokoh membuat seorang insan selalu ingat bahwa apapun yang menimpanya adalah datang dari tangan-Nya, dengan persaksian "laa ilaa ha ilallah" yang diulang setidaknya 17 kali setiap harinya, seorang hamba ditempa untuk senantiasa menghadapkan wajahnya kepada Sang Pencipta alih-alih tertawan pada ciptaan-Nya. Kesadaran bahwa diri kita, orang tua, keluarga, pasangan, talenta, kesulitan hidup, kebahagiaan dan apapun yang hadir hanya bisa mewujud melalui kehehendak dan kekuasaan-Nya inilah yang membuat seorang muslim dilatih untuk tidak terlalu berduka manakala cobaan hidup menerpa tetapi juga tidak terlalu terlarut dalam kesenangan yang memabukkan manakala pintu-pintu kesenangan dunia dibukakan untuknya.
Kemudian manakala tauhidullah itu disandingkan dengan iman kepada hari akhir, maka ia akan melepaskan diri dari segala sebab musabab yang melingkupi dirinya untuk 'bertransaksi' kepada Sang Pencipta dengan pengharapan kehidupan di alam akhirat yang jauh lebih kekal dan lebih baik.
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu’min, diri dan harta mereka dengan memberikan syurga untuk mereka”. (At Taubáh: 111)
Orang yang seperti ini tidak akan sungkan-sungkan untuk menginfakkan hartanya sebanyak mungkin - dalam perhitungannya yang adil - sebagai investasi hari akhir.
Orang yang meyakini kehidupan akhirat juga ngga akan itungan: kalau ia berbuat baik ya kepada siapa saja termasuk kepada orang yang mungkin pernah menyakitinya, karena yang ia kejar adalah berbuat kebaikan sebanyak mungkin dan menyenangan Sang Pemilik Hari Akhir.
Orang yang yakin kepada akhirat etos kerjanya luar biasa, jjika ia digaji 10 juta rupiah maka nilai kerjanya akan 10 juta plus, karena ia meyakini yang plusnya itu bisa menjadi cahaya yang menerangi alam berikutnya.
Orang yang meyakini kehidupan akhirat juga ngga akan itungan: kalau ia berbuat baik ya kepada siapa saja termasuk kepada orang yang mungkin pernah menyakitinya, karena yang ia kejar adalah berbuat kebaikan sebanyak mungkin dan menyenangan Sang Pemilik Hari Akhir.
Orang yang yakin kepada akhirat etos kerjanya luar biasa, jjika ia digaji 10 juta rupiah maka nilai kerjanya akan 10 juta plus, karena ia meyakini yang plusnya itu bisa menjadi cahaya yang menerangi alam berikutnya.
Dengan mentalitas seperti inilah kebudayaan Islam tumbuh pesat hingga pernah menjadi mercu suar peradaban dunia. Mentalitas manusia-manusia yang tertempa dengan pancaran tauhidullah dan iman kepada hari akhir yang membuat apapun yang mereka pegang mereka lakukan dengan sepenuh hati dan kemampuan, apakah itu petani, politisi, pengajar, pedagang dan lainnya, sungguh suatu etos kerja yang luar biasa yang ditampilkan oleh para 'singa di siang hari' ini.
Maka jika kondisi umat Islam seperti buih yang centang perenang, tidak ada wibawanya bahkan malah kebanyakan membawa citra yang kurang baik di era sekarang, terbukti sudah sabda Rasulullah SAW berabad-abad lalu yang mengatakan :
“Nyaris orang-orang kafir menyerbu dan membinasakan kalian, seperti halnya orang-orang yang menyerbu makanan di atas piring.” Seseorang berkata, “Apakah karena sedikitnya kami waktu itu?” Beliau bersabda, “Bahkan kalian waktu itu banyak sekali, tetapi kamu seperti buih di atas air. Dan Allah mencabut rasa takut musuh-musuhmu terhadap kalian serta menjangkitkan di dalam hatimu penyakit wahn.” Seseorang bertanya, “Apakah wahn itu?” Beliau menjawab, “Cinta dunia dan takut mati.” (HR. Ahmad, Al-Baihaqi, Abu Dawud)
No comments:
Post a Comment