Friday, May 29, 2015

Menjadi Murid Shaolin

Masih ingat cerita klasik murid shaolin yang disuruh naik turun gunung untuk mengambil air selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun sebelum akhirnya diajari jurus kungfu tertentu? Dibalik rutinitas yang terlihat biasa itu ternyata sang guru bertujuan agar muridnya melatih otot-otot tertentu dengan mengangkat ember berisi air naik turun gunung, suatu hal yang melelahkan dan memerlukan kesabaran. Diceritakan tidak sedikit murid yang mengundurkan diri, tidak tahan dengan pola pengajaran sang guru dan akhirnya hanya tersisa beberapa murid saja yang bertahan hingga akhir pelajaran untuk melanjutkan mempelajari jurus kungfu tertentu.
Hidup kita mirip dengan cerita di atas.
Kita semua sedang belajar dalam lautan ilmu-Nya.
Kita semua sedang dilatih mengencangkan otot-otot kesabaran, syukur, pengasih dan sekian banyak asma-Nya yang tersembunyi dalam rutinitas keseharian yang bisa jadi melelahkan atau menjemukan itu.
Ada yang harus berkutat dengan mengganti ribuan popok anak, mencuci ratusan baju dan ratusan piring kotor dalam setahun (curcol.com).
Ada yang dibuat berkelana dari rumah ke kantor menempuh perjalanan jauh dan menerjang kemacetan setiap hari.
Ada yang ditakdirkan mengikuti pendidikan tertentu dan bersabar dengan caci-maki guru atau lingkungannya.
Ada yang diuji kekurangan.
Ada yang dicoba dengan kelimpahan.
Masing-masing kita berjalan dalam rel yang sudah Dia desain di Lauh Mahfuzh.
Tidak ada yang salah dalam ciptaan Dia.
Tidak ada yang salah dalam waktu yang telah lewat.
Teringat petuah sang guru, "sabar saja, semua ada masanya"
Semua bertujuan menguatkan 'otot-otot' pengetahuan kita
tentang kehidupan
tentang Dia
Ya, Dia yang rindu untuk dikenal...

Wednesday, May 27, 2015

Budaya Ngegosip (Or judging people)

"Eh, tahu ngga si anu sekarang ga pake jilbab lagi lho!"
"Ga nyangka artis itu ternyata gay ya!"
"Udah tahu mbak itu kan cerai karena ada pihak ketiga!"
---
BUDAYA NGEGOSIP (Or judging people)
Itu yang saya perhatikan dari banyak perbincangan orang Indonesia. Makanya infotaintment - ngga cukup nonton di tv, beli juga majalah dan tabloidnya - laku keras. Ternyata banyak orang yang pengen tauu aja - bahkan mungkin cenderung kecanduan - mengetahui seluk beluk hidup orang, terutama kalau sensasional, bisa jadi topik utama ngerumpi di cafe-cafe atau ngrumpi di dunia maya dengan jari jemarinya. Memang sepertinya seru membaca kehidupan orang, tapi hati-hatilah kalau waktu kita yang demikian singkat ini habis dengan mengurus hidup orang dan kita malah lupa membaca diri sendiri.
Beberapa penggal kalimat pembuka tulisan ini di atas baru segelintir dari berbagai komentar yang memojokkan dan mengadili orang lain yang. Saya teringat dengan tradisi yang pernah ada di abad ke-13 M di Perancis, dimana pendosa akan diseret ke tengah-tengah masyarakat untuk kemudian dipukul punggungnya berkali-kali oleh sang pendeta, bisa jadi selama bertahun-tahun- tergantung berat-ringannya dosa yang dilakukan. Tujuannya agar orang jera dan takut untuk melakukan sesuatu yang dianggap dosa oleh gereja. Di Indonesia mungkin tidak ada hukuman fisik seperti itu, tetapi 'social pressure' begitu kuat di sana, orang yang 'berdosa' atau punya kecenderungan 'berbuat dosa' atau berbeda dengan pakem orang banyak tidak akan berani melawan arus. Akibatnya tidak sedikit orang yang 'terpaksa' mengikuti 'mainstream' semata-mata agar selamat dari caci-maki masyarakat - suatu hukuman yang bisa jadi lebih menyakitkan dibandingkan hukuman fisik. Sehingga orang tidak leluasa menjadi dirinya sendiri karena takut dianggap beda dengan orang banyak.
Manusia adalah makhluk yang cenderung berbuat kesalahan dan dosa. Sedemikian rupa hingga Rasulullah saw bersabda, "Demi Tuhan yang jiwaku dalam kekuasaan-Nya, sekiranya kalian tidak berdosa niscaya Allah memusnahkan kalian. Lalu Allah akan mengganti kalian dengan kaum yang berbuat dosa, tetapi mereka memohon ampunan kepada-Nya dan mereka pun diampuni." (HR Muslim).
Tentu bukan dibaca sebagai, "Silakan berbuat dosa semaunya!". Tetapi bahwa Dia Sang Pencipta pun maklum akan kelakukan kita, manusia.
"Tugasmu adalah menyeru mereka dengan hikmah (cara yang baik)" demikian panduan Allah Ta'ala dalam Al Qur'an, demikian lugas.
Jadi sama sekali bukan tugas kita mengadili seseorang, melabel dia dengan 'kafir' 'pendosa' 'penzina' 'musyrik' dll. Itu wilayahnya Tuhan, bukan manusia.
Menyampaikan dengan cara yang baik itu ada seninya, butuh kepekaan hati dalam menyampaikan nilai kebenaran, tidak asal jeplak, apalagi dilakukan di media sosial dimana orang banyak termasuk mereka yang tidak mengerti betul permasalahannya secara utuh - ikut membaca. Ini kejadian betul beberapa hari yang lalu, saat salah satu teman saya dengan bahagia posting foto reunian lalu ada pengunjung dunia maya yang memberi komen kira-kira "nice! alangkah lebih cantik lagi kalau kamu pake jilbab!". Duh, kalau mau menyeru orang alangkah lebih baik kalau dilakukan secara pribadi, tidak frontal di forum umum seperti itu. Pesan baik yang disampaikan serampangan bisa jadi menjadi bumerang, orang yang diseru menjadi tersinggung, merasa dihakimi. Bukankah kita diseru untuk menjadi rahmatan lil 'alamiin, menyebarkan kasih sayang?
Dan terakhir mari kita berhenti pula menggunjing aib orang, dengan status ini saya menyatakan dengan tegas tidak akan meladeni atau mengikuti obrolan-obrolan (chat group) yang bersifat 'ngomongin orang'. I'm simply gonna walk away.
Rasulullah saw cukup keras melarang ummatnya untuk bergunjing, beliau bersabda, “Ghibah itu lebih keras daripada zina.” Mereka bertanya: “Bagaimana ghibah lebih keras dari zina, wahai Rasululloh?” Beliau bersabda: “Sesungguhnya seseorang telah berzina, kemudian bertaubat dan Alloh pun mengampuni dosanya, sedangkan orang yang melakukan ghibah tidak akan diampuni Alloh, hingga orang yang di-ghibah-nya mengampuninya.”(HR. Baihaqi)
Let's just talk about something positive and profound in life, shall we? smile emoticon

Friday, May 15, 2015

Corruption in Healthcare

Worldwide, 10–25% of public procurement spending in health (medical devices and pharmaceuticals) is lost to corrupt practices
- Data from a report of "Corruption in the Healthcare Sector" released in 2013 by the European Commission

Diperkirakan seperempat dana yang dialokasikan untuk kesehatan masyarakat bocor karena korupsi. Gambarannya, industri farmasi saja bernilai sekitar 900 milyar dolar; berarti setiap tahunnya setidaknya 90 milyar dolar mengalir ke kantung-kantung pelaku korupsi.

Modus-modus korupsi di sektor kesehatan bisa berbagai macam, mulai dari suap pengadaan obat atau alat medis, hubungan marketing yang tidak sehat, penyalahgunaan wewenang, mark-up klaim kesehatan hingga penjejalan resep obat yang tidak masuk akal kepada pasien. Berbagai praktik seperti ini ternyata ditemukan di berbagai belahan dunia, mulai dari beberapa pekerja sektor kesehatan di Asia yang menikmati pemberian fasilitas barang mewah oleh perusahaan farmasi atau alat kesehatan; sekumpulan dokter di Jerman yang terbukti menerima aliran dana untuk peluncuran obat baru atau beberapa ahli kesehatan yang memberikan obat kepada pasien dengan pola yang ditentukan perusahaan farmasi di Amerika dengan imbalan uang.

Korupsi di bidang kesehatan bisa disebabkan oleh adanya kelemahan di sistem kesehatan (struktur gaji yang rendah, budget kesehatan atau penelitian di bidang kesehatan yang tidak memadai hingga hubungan yang kurang sehat antara industri dan penyedia jasa kesehatan), juga bisa jadi  karena adanya kelemahan dalam sistem pengawasan kesehatan, lembaga anti-korupsi atau efektivitas yang rendah dari sistem keadilan. Pada akhirnya pencederaan integritas dan penyalahgunaan wewenang tergantung pada motivasi, norma dan nilai yang dijunjung tinggi oleh orang per orang.

Setidaknya ada lima efek besar yang ditimbulkan oleh praktik korupsi dalam kesehatan.

1. Efek pada harga
Korupsi dalam pengadaan obat atau sarana kesehatan mengakibatkan kenaikan harga yang tidak masuk akal dan dapat menggerus anggaran kesehatan yang sedianya bisa dialokasikan seluas-luasnya untuk kepentingan masyarakat.

2. Efek pada kualitas pelayanan kesehatan
Keputusan untuk memberikan obat atau menyediakan alat kesehatan yang dilandasi oleh praktik korupsi dapat mengakibatkan menurunnya kualitas pelayanan kesehatan, karena pertimbangan utama bukan lagi untuk keputusan yang terbaik untuk pengguna pelayanan kesehatan, akan tetapi motif individu atau kelompok.

3. Efek terhadap aksesibilitas kesehatan
Korupsi dalam bidang kesehatan bisa mengakibatkan makin sempitnya akses masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik dan terjangkau karena meningkatnya biaya pelayanan kesehatan beserta obat-obat, dan ini bisa menimbulkan kesenjangan sosial dimana pelayanan kesehatan yang baik hanya bisa dinikmati oleh mereka yang mampu.

4. Efek imej yang buruk terhadap penyedia pelayanan kesehatan
Di era merebaknya sosial media dimana orang bisa melontarkan sesuatu dan menyebar secara 'viral' dibaca oleh ribuan hingga jutaan orang - informasi yang negatif tentang oknum dokter yang memberikan obat tidak rasional misalnya seringkali menjadi bulan-bulanan hujatan pembaca - yang seringkali tidak menelaah ceritanya dengan menyeluruh dan lebih dalam. Bahwa ada dokter yang korupsi dan melakukan kolusi dengan perusahaan farmasi atau alat kesehatan - iya, memang demikian faktanya. Namun tidak sedikit dokter yang berdedikasi tinggi dan mengorbankan waktu dan kepentingannya untuk pasien, dan sayangnya golongan dokter yang terakhir ini barangkali kurang begitu menarik untuk disebarkan kisahnya di media sosial. Sebagaimana jargon dunia publikasi, "bad news is good news".

5. Efek tidak langsung dalam masyarakat
Korupsi dalam sektor kesehatan bisa menimbulkan berkurangnya produktivitas manusia karena buruknya pelayanan kesehatan, selain itu ketidakpercayaan publik kepada pemerintah sebagai badan yang meregulasi sistem kesehatan dan menurunnya kepercayaan kepada dokter atau para penyedia pelayanan kesehatan bisa mengakibatkan orang menebak-nebak sendiri cara untuk mengbati dirinya, itu barangkali salah satu faktor yang mengakibatkan iklan obat bebas dan pengobatan alternatif menjamur sedemikian rupa di Indonesia dalam satu dekade belakangan ini.

Institusi yang kuat & masyarakat yang aktif : Solusi mengatasi korupsi dalam pelayanan kesehatan

Walaupun tidak ada satu kebijakan yang bisa berfungsi sebagai 'obat dewa' dalam mengobati penyakit korupsi di tubuh dunia kesehatan, penelitian yang dilakukan di Eropa dan dilansir oleh 'European Commission' tahun 2013 menunjukkan bahwa kunci utama keberhasilan melawan korupsi adalah kombinasi yang baik antara adanya institusi yang bebas korupsi dan kuat dan partisipasi yang aktif dari masyarakat untuk menolak praktik-praktik korupsi. Karena sekedar membentuk institusi anti-korupsi tanpa melibatkan masyarakat untuk melakukan evaluasi dari hari ke hari, maka akan terjadi korupsi terselubung seperti yang terjadi di Yunani.

Hasil penelitian "European Commission" untuk mencari solusi mengatasi korupsi dalam sistem kesehatan di 28 negara (Austria, Belgia, Bulgaria, Kroasia, Siprus, Republik Cekoslowakia, Denmark, Estonia, Finlandia, Perancis, Jerman, Yunani, Hungaria, Irlandia, Italia, Latvia, Lithuania, Luxemburg, Malta, Belanda, Potugal, Polandia, Rumania, Slovakia, Slovenia, Spanyol, Swedia dan Inggris) merekomendsaikan pembentukan lembaga "Anti-Korupsi di bidang Kesehatan" sebagai institusi yang secara spesifik mengawasi praktik-praktik korupsi di sektor kesehatan, lembaga ini tidak hanya mendapat mandat untuk melakukan pengawasan, tetapi juga dapat menjatuhkan sanksi. Selain itu pemerintah harus kembali menggalakkan transparansi di bidang pelayanan kesehatan, mulai dari transparansi sistem pengadaan barang dan jasa, transparansi dokter terhadap resep yang ditulis ; misalkan menuliskan generik obat bukan merk obat. Tidak kalah pentingnya juga untuk terus menstimulasi keterlibatan media, 'civil society', lembaga-lembaga pengawas dan grup/perkumpulan pasien untuk mengidentifikasi dan melaporkan tindak-tanduk yang berbau-bau korupsi.

Tindak korupsi adalah cerminan kondisi insan dan secara akumulatif menjelma menjadi perilaku kolektif. Sifat-sifat dasar manusia seperti serakah, tamak, dan hawa nafsu memuaskan kebutuhan jasad memang menjadi sumbu mencuatnya korupsi. Pada dasarnya terapi yang paling utama adalah menarget individu per individu agar kembali kepada hidup yang lurus. Namun perangkat kemasyarakatan yang laik tak kalah pentingnya, karena korupsi khususnya di bidang kesehatan biasanya lebih jarang terjadi pada masyarakat yang sudah tinggi kesadarannya akan hukum, transparansi dan memiliki kepercayaan tinggi kepada institusi, dimana pelayanan kesehatan juga dilakukan dalam aturan main yang dapat diandalkan.[]





Dengan Cinta "aku" Menjadi "kami

Cinta tumbuh dalam kebersamaan. Pada saat yang sama, seseorang tentu selalu ingin bersama orang yang dicintai. Dengan cinta "aku" berubah menjadi "kami".
Dia yang Maha Kasih, ingin sang hamba merasakan kebersamaan dalam hidup.
Itulah mengapa pernyataan syahadah mutlak mencantumkan "tiada ilah selain Allah", Ia ingin sang hamba menyadari tidak ada yang bersamanya selain Dia.
Adalah Dia yang membentuk sang hamba dengan kedua tangan-Nya.
Adalah Dia yang menyusun dengan indah dan detil setiap takdir kehidupan.
Adalah Dia yang selalu bersama sang hamba dari awal hingga akhir.
Adalah Dia yang senantiasa berseru "Wahai hamba-Ku sayang, Aku lebih dekat dari urat nadimu sendiri..."
Namun, manusia memang makhluk yang lemah dan dzalim, selalu menginginkan warna kehidupan yang sesuai dengan keinginan hawa nafsunya. Senantiasa meraung-raung apabila hendak dibersihkan dalam celupan Ar Rahman.
Sedemikian rupa, sehingga kebersamaan dan cinta-Nya makin samar-samar, bahkan bagi sebagian orang Tuhan tidak ada.
Walaupun demikian, Dia selalu mendampingi segenap ciptaan dan merawatnya dengan baik. Setiap hamba-Nya, baik yang ingat maupun lupa; taat ataupun membangkang; diraupinya dengan sebaik-baik penghadapan. Sampai suatu saat manusia kembali ingat akan cinta dan kebersamaan dengan Sang Kekasih...
===
Manusia adalah makhluk ciptaan-Nya yang punya kapasitas paling besar untuk bertransformasi. Hati seorang manusia bisa melebihi kejahatan iblis tetapi juga punyapotensi untuk melampaui kesalehan malaikat.
Cinta adalah kekuatan yang dapat mengubah hati manusia dari sekeras batu cadas menjadi secair embun mengalir dari dedaunan. Inilah inti seruan para rasul dan kekasih-Nya, mereka ditempa melalui episode kehidupannya masing-masing untuk mendemonstrasikan cinta.
Cinta yang tergambar dalam kegigihan Adam a.s mencari Hawa setelah terpisah beratus tahun lamanya.
Cinta yang tersemai dalam hati Siti Hajar ketika mengikuti petunjuk Allah Ta'ala melalui suami tercinta, Ibrahim a.s. untuk berkelana di padang pasir tandus dengan bayi Ismail.
Cinta yang didemonstrasikan berulang kali oleh Rasulullah Muhammad s.a.w kepada mereka yang menentangnya, sedemikian rupa sehingga satu persatu orang luluh hatinya.
"By love the bitter becomes sweet
copper becomes gold
the king becomes a slave."
- Jalaluddin Rumi