Friday, May 15, 2015

Corruption in Healthcare

Worldwide, 10–25% of public procurement spending in health (medical devices and pharmaceuticals) is lost to corrupt practices
- Data from a report of "Corruption in the Healthcare Sector" released in 2013 by the European Commission

Diperkirakan seperempat dana yang dialokasikan untuk kesehatan masyarakat bocor karena korupsi. Gambarannya, industri farmasi saja bernilai sekitar 900 milyar dolar; berarti setiap tahunnya setidaknya 90 milyar dolar mengalir ke kantung-kantung pelaku korupsi.

Modus-modus korupsi di sektor kesehatan bisa berbagai macam, mulai dari suap pengadaan obat atau alat medis, hubungan marketing yang tidak sehat, penyalahgunaan wewenang, mark-up klaim kesehatan hingga penjejalan resep obat yang tidak masuk akal kepada pasien. Berbagai praktik seperti ini ternyata ditemukan di berbagai belahan dunia, mulai dari beberapa pekerja sektor kesehatan di Asia yang menikmati pemberian fasilitas barang mewah oleh perusahaan farmasi atau alat kesehatan; sekumpulan dokter di Jerman yang terbukti menerima aliran dana untuk peluncuran obat baru atau beberapa ahli kesehatan yang memberikan obat kepada pasien dengan pola yang ditentukan perusahaan farmasi di Amerika dengan imbalan uang.

Korupsi di bidang kesehatan bisa disebabkan oleh adanya kelemahan di sistem kesehatan (struktur gaji yang rendah, budget kesehatan atau penelitian di bidang kesehatan yang tidak memadai hingga hubungan yang kurang sehat antara industri dan penyedia jasa kesehatan), juga bisa jadi  karena adanya kelemahan dalam sistem pengawasan kesehatan, lembaga anti-korupsi atau efektivitas yang rendah dari sistem keadilan. Pada akhirnya pencederaan integritas dan penyalahgunaan wewenang tergantung pada motivasi, norma dan nilai yang dijunjung tinggi oleh orang per orang.

Setidaknya ada lima efek besar yang ditimbulkan oleh praktik korupsi dalam kesehatan.

1. Efek pada harga
Korupsi dalam pengadaan obat atau sarana kesehatan mengakibatkan kenaikan harga yang tidak masuk akal dan dapat menggerus anggaran kesehatan yang sedianya bisa dialokasikan seluas-luasnya untuk kepentingan masyarakat.

2. Efek pada kualitas pelayanan kesehatan
Keputusan untuk memberikan obat atau menyediakan alat kesehatan yang dilandasi oleh praktik korupsi dapat mengakibatkan menurunnya kualitas pelayanan kesehatan, karena pertimbangan utama bukan lagi untuk keputusan yang terbaik untuk pengguna pelayanan kesehatan, akan tetapi motif individu atau kelompok.

3. Efek terhadap aksesibilitas kesehatan
Korupsi dalam bidang kesehatan bisa mengakibatkan makin sempitnya akses masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik dan terjangkau karena meningkatnya biaya pelayanan kesehatan beserta obat-obat, dan ini bisa menimbulkan kesenjangan sosial dimana pelayanan kesehatan yang baik hanya bisa dinikmati oleh mereka yang mampu.

4. Efek imej yang buruk terhadap penyedia pelayanan kesehatan
Di era merebaknya sosial media dimana orang bisa melontarkan sesuatu dan menyebar secara 'viral' dibaca oleh ribuan hingga jutaan orang - informasi yang negatif tentang oknum dokter yang memberikan obat tidak rasional misalnya seringkali menjadi bulan-bulanan hujatan pembaca - yang seringkali tidak menelaah ceritanya dengan menyeluruh dan lebih dalam. Bahwa ada dokter yang korupsi dan melakukan kolusi dengan perusahaan farmasi atau alat kesehatan - iya, memang demikian faktanya. Namun tidak sedikit dokter yang berdedikasi tinggi dan mengorbankan waktu dan kepentingannya untuk pasien, dan sayangnya golongan dokter yang terakhir ini barangkali kurang begitu menarik untuk disebarkan kisahnya di media sosial. Sebagaimana jargon dunia publikasi, "bad news is good news".

5. Efek tidak langsung dalam masyarakat
Korupsi dalam sektor kesehatan bisa menimbulkan berkurangnya produktivitas manusia karena buruknya pelayanan kesehatan, selain itu ketidakpercayaan publik kepada pemerintah sebagai badan yang meregulasi sistem kesehatan dan menurunnya kepercayaan kepada dokter atau para penyedia pelayanan kesehatan bisa mengakibatkan orang menebak-nebak sendiri cara untuk mengbati dirinya, itu barangkali salah satu faktor yang mengakibatkan iklan obat bebas dan pengobatan alternatif menjamur sedemikian rupa di Indonesia dalam satu dekade belakangan ini.

Institusi yang kuat & masyarakat yang aktif : Solusi mengatasi korupsi dalam pelayanan kesehatan

Walaupun tidak ada satu kebijakan yang bisa berfungsi sebagai 'obat dewa' dalam mengobati penyakit korupsi di tubuh dunia kesehatan, penelitian yang dilakukan di Eropa dan dilansir oleh 'European Commission' tahun 2013 menunjukkan bahwa kunci utama keberhasilan melawan korupsi adalah kombinasi yang baik antara adanya institusi yang bebas korupsi dan kuat dan partisipasi yang aktif dari masyarakat untuk menolak praktik-praktik korupsi. Karena sekedar membentuk institusi anti-korupsi tanpa melibatkan masyarakat untuk melakukan evaluasi dari hari ke hari, maka akan terjadi korupsi terselubung seperti yang terjadi di Yunani.

Hasil penelitian "European Commission" untuk mencari solusi mengatasi korupsi dalam sistem kesehatan di 28 negara (Austria, Belgia, Bulgaria, Kroasia, Siprus, Republik Cekoslowakia, Denmark, Estonia, Finlandia, Perancis, Jerman, Yunani, Hungaria, Irlandia, Italia, Latvia, Lithuania, Luxemburg, Malta, Belanda, Potugal, Polandia, Rumania, Slovakia, Slovenia, Spanyol, Swedia dan Inggris) merekomendsaikan pembentukan lembaga "Anti-Korupsi di bidang Kesehatan" sebagai institusi yang secara spesifik mengawasi praktik-praktik korupsi di sektor kesehatan, lembaga ini tidak hanya mendapat mandat untuk melakukan pengawasan, tetapi juga dapat menjatuhkan sanksi. Selain itu pemerintah harus kembali menggalakkan transparansi di bidang pelayanan kesehatan, mulai dari transparansi sistem pengadaan barang dan jasa, transparansi dokter terhadap resep yang ditulis ; misalkan menuliskan generik obat bukan merk obat. Tidak kalah pentingnya juga untuk terus menstimulasi keterlibatan media, 'civil society', lembaga-lembaga pengawas dan grup/perkumpulan pasien untuk mengidentifikasi dan melaporkan tindak-tanduk yang berbau-bau korupsi.

Tindak korupsi adalah cerminan kondisi insan dan secara akumulatif menjelma menjadi perilaku kolektif. Sifat-sifat dasar manusia seperti serakah, tamak, dan hawa nafsu memuaskan kebutuhan jasad memang menjadi sumbu mencuatnya korupsi. Pada dasarnya terapi yang paling utama adalah menarget individu per individu agar kembali kepada hidup yang lurus. Namun perangkat kemasyarakatan yang laik tak kalah pentingnya, karena korupsi khususnya di bidang kesehatan biasanya lebih jarang terjadi pada masyarakat yang sudah tinggi kesadarannya akan hukum, transparansi dan memiliki kepercayaan tinggi kepada institusi, dimana pelayanan kesehatan juga dilakukan dalam aturan main yang dapat diandalkan.[]





No comments:

Post a Comment