"Eh, tahu ngga si anu sekarang ga pake jilbab lagi lho!"
"Ga nyangka artis itu ternyata gay ya!"
"Udah tahu mbak itu kan cerai karena ada pihak ketiga!"
---
BUDAYA NGEGOSIP (Or judging people)
Itu yang saya perhatikan dari banyak perbincangan orang Indonesia. Makanya infotaintment - ngga cukup nonton di tv, beli juga majalah dan tabloidnya - laku keras. Ternyata banyak orang yang pengen tauu aja - bahkan mungkin cenderung kecanduan - mengetahui seluk beluk hidup orang, terutama kalau sensasional, bisa jadi topik utama ngerumpi di cafe-cafe atau ngrumpi di dunia maya dengan jari jemarinya. Memang sepertinya seru membaca kehidupan orang, tapi hati-hatilah kalau waktu kita yang demikian singkat ini habis dengan mengurus hidup orang dan kita malah lupa membaca diri sendiri.
"Ga nyangka artis itu ternyata gay ya!"
"Udah tahu mbak itu kan cerai karena ada pihak ketiga!"
---
BUDAYA NGEGOSIP (Or judging people)
Itu yang saya perhatikan dari banyak perbincangan orang Indonesia. Makanya infotaintment - ngga cukup nonton di tv, beli juga majalah dan tabloidnya - laku keras. Ternyata banyak orang yang pengen tauu aja - bahkan mungkin cenderung kecanduan - mengetahui seluk beluk hidup orang, terutama kalau sensasional, bisa jadi topik utama ngerumpi di cafe-cafe atau ngrumpi di dunia maya dengan jari jemarinya. Memang sepertinya seru membaca kehidupan orang, tapi hati-hatilah kalau waktu kita yang demikian singkat ini habis dengan mengurus hidup orang dan kita malah lupa membaca diri sendiri.
Beberapa penggal kalimat pembuka tulisan ini di atas baru segelintir dari berbagai komentar yang memojokkan dan mengadili orang lain yang. Saya teringat dengan tradisi yang pernah ada di abad ke-13 M di Perancis, dimana pendosa akan diseret ke tengah-tengah masyarakat untuk kemudian dipukul punggungnya berkali-kali oleh sang pendeta, bisa jadi selama bertahun-tahun- tergantung berat-ringannya dosa yang dilakukan. Tujuannya agar orang jera dan takut untuk melakukan sesuatu yang dianggap dosa oleh gereja. Di Indonesia mungkin tidak ada hukuman fisik seperti itu, tetapi 'social pressure' begitu kuat di sana, orang yang 'berdosa' atau punya kecenderungan 'berbuat dosa' atau berbeda dengan pakem orang banyak tidak akan berani melawan arus. Akibatnya tidak sedikit orang yang 'terpaksa' mengikuti 'mainstream' semata-mata agar selamat dari caci-maki masyarakat - suatu hukuman yang bisa jadi lebih menyakitkan dibandingkan hukuman fisik. Sehingga orang tidak leluasa menjadi dirinya sendiri karena takut dianggap beda dengan orang banyak.
Manusia adalah makhluk yang cenderung berbuat kesalahan dan dosa. Sedemikian rupa hingga Rasulullah saw bersabda, "Demi Tuhan yang jiwaku dalam kekuasaan-Nya, sekiranya kalian tidak berdosa niscaya Allah memusnahkan kalian. Lalu Allah akan mengganti kalian dengan kaum yang berbuat dosa, tetapi mereka memohon ampunan kepada-Nya dan mereka pun diampuni." (HR Muslim).
Tentu bukan dibaca sebagai, "Silakan berbuat dosa semaunya!". Tetapi bahwa Dia Sang Pencipta pun maklum akan kelakukan kita, manusia.
Tentu bukan dibaca sebagai, "Silakan berbuat dosa semaunya!". Tetapi bahwa Dia Sang Pencipta pun maklum akan kelakukan kita, manusia.
"Tugasmu adalah menyeru mereka dengan hikmah (cara yang baik)" demikian panduan Allah Ta'ala dalam Al Qur'an, demikian lugas.
Jadi sama sekali bukan tugas kita mengadili seseorang, melabel dia dengan 'kafir' 'pendosa' 'penzina' 'musyrik' dll. Itu wilayahnya Tuhan, bukan manusia.
Menyampaikan dengan cara yang baik itu ada seninya, butuh kepekaan hati dalam menyampaikan nilai kebenaran, tidak asal jeplak, apalagi dilakukan di media sosial dimana orang banyak termasuk mereka yang tidak mengerti betul permasalahannya secara utuh - ikut membaca. Ini kejadian betul beberapa hari yang lalu, saat salah satu teman saya dengan bahagia posting foto reunian lalu ada pengunjung dunia maya yang memberi komen kira-kira "nice! alangkah lebih cantik lagi kalau kamu pake jilbab!". Duh, kalau mau menyeru orang alangkah lebih baik kalau dilakukan secara pribadi, tidak frontal di forum umum seperti itu. Pesan baik yang disampaikan serampangan bisa jadi menjadi bumerang, orang yang diseru menjadi tersinggung, merasa dihakimi. Bukankah kita diseru untuk menjadi rahmatan lil 'alamiin, menyebarkan kasih sayang?
Jadi sama sekali bukan tugas kita mengadili seseorang, melabel dia dengan 'kafir' 'pendosa' 'penzina' 'musyrik' dll. Itu wilayahnya Tuhan, bukan manusia.
Menyampaikan dengan cara yang baik itu ada seninya, butuh kepekaan hati dalam menyampaikan nilai kebenaran, tidak asal jeplak, apalagi dilakukan di media sosial dimana orang banyak termasuk mereka yang tidak mengerti betul permasalahannya secara utuh - ikut membaca. Ini kejadian betul beberapa hari yang lalu, saat salah satu teman saya dengan bahagia posting foto reunian lalu ada pengunjung dunia maya yang memberi komen kira-kira "nice! alangkah lebih cantik lagi kalau kamu pake jilbab!". Duh, kalau mau menyeru orang alangkah lebih baik kalau dilakukan secara pribadi, tidak frontal di forum umum seperti itu. Pesan baik yang disampaikan serampangan bisa jadi menjadi bumerang, orang yang diseru menjadi tersinggung, merasa dihakimi. Bukankah kita diseru untuk menjadi rahmatan lil 'alamiin, menyebarkan kasih sayang?
Dan terakhir mari kita berhenti pula menggunjing aib orang, dengan status ini saya menyatakan dengan tegas tidak akan meladeni atau mengikuti obrolan-obrolan (chat group) yang bersifat 'ngomongin orang'. I'm simply gonna walk away.
Rasulullah saw cukup keras melarang ummatnya untuk bergunjing, beliau bersabda, “Ghibah itu lebih keras daripada zina.” Mereka bertanya: “Bagaimana ghibah lebih keras dari zina, wahai Rasululloh?” Beliau bersabda: “Sesungguhnya seseorang telah berzina, kemudian bertaubat dan Alloh pun mengampuni dosanya, sedangkan orang yang melakukan ghibah tidak akan diampuni Alloh, hingga orang yang di-ghibah-nya mengampuninya.”(HR. Baihaqi)
Rasulullah saw cukup keras melarang ummatnya untuk bergunjing, beliau bersabda, “Ghibah itu lebih keras daripada zina.” Mereka bertanya: “Bagaimana ghibah lebih keras dari zina, wahai Rasululloh?” Beliau bersabda: “Sesungguhnya seseorang telah berzina, kemudian bertaubat dan Alloh pun mengampuni dosanya, sedangkan orang yang melakukan ghibah tidak akan diampuni Alloh, hingga orang yang di-ghibah-nya mengampuninya.”(HR. Baihaqi)
Let's just talk about something positive and profound in life, shall we? smile emoticon
No comments:
Post a Comment