Thursday, June 30, 2016

Semua Profesi Adalah Mulia

Setiap kali ada petugas pengumpul sampah saya membawa anak-anak saya melihat proses bagaimana bak-bak sampah itu dimasukkan dengan praktis ke dalam truk dengan bantuan mesin dan sedikit tenaga manusia untuk mendorong bak sampah ke dekat mesin yang menempel di belakang truk sampah.
Elia yang selalu tertarik melihat proses yang berbau mekanik senantiasa loncat kegirangan melihat proses tersebut sedangkan adiknya di belakang melongo melihat tingkah polah kakaknya. Kemudian setelah para petugas sampah itu hendak pergi anak-anak saya ajarkan untuk berucap terima kasih yang selalu disambut dengan senyum mengembang dari para petugas.
Anak-anak harus diajari bahwa setiap manusia mempunyai fungsi dalam pemakmuran bumi ini, ada yang memang dimudahkan membersihkan jalanan, ada yang bertanam tumbuhan, ada yang berternak, ada yang jago memasak, ada yang pandai mengajar, ada yang otaknya encer untuk membuat formula kebijakan dalam masyarakat. Apapun itu setiap profesi adalah mulia sepanjang dilakukan dengan ketaqwaan. Artinya, lebih baik jadi tukang sampah tapi menjalankan dengan hati ikhlas dan dengan menyertakan Dia daripada duduk di posisi tinggi dengan bergelimang kemewahan dan dipandang terpandang oleh kebanyakan manusia akan tetapi ditunggangi oleh nafsu syahwat semata.
Anak-anak harus memahami konsep sebuah kesuksesan bukan diukur dari kacamata kebanyakan manusia ataupun decak kagum mereka, tapi sejauh mana hal itu bisa membawa mereka mendekat hatinya kepada Sang Pencipta. Memang tidak mudah karena ibarat melawan arus kebanyakan orang, dibutuhkan keberanian luar biasa untuk sekadar memulainya.
Laa hawla wa laa quwwata illaa billah...

Thursday, June 23, 2016

Chanson De L'adieu

Pagi ini selepas mengantar si sulung ke sekolah begitu tiba di rumah terdengar alunan nada lagu "chanson de l'adieu'-nya mas Chopin. Rumi yang punya taste musik langsung mengajak mamanya dansa. Lalu saya angkat dia dan mengayunkan tubuh bersama hanyut dalam ayunan denting piano yang syahdu. Wajah kami berdekatan sangat bahagia, saya bisa melihat pancaran kebahagiaan di mata dan dari lengkung senyumnya yang menawan. Betapa saya sangat menikmati saat-saat akrab seperti ini. Suatu saat nanti kalau Rumi sudah besar, please remember me this way...our happy moments.

Masih terhanyut dalam ketukan irama "chanson de l'adieu'
Teringat masa-masa indah bersama almarhum ayah, fragmen demi fragmen terlintas dalam benak pikiran. Tak terasa senyum saya makin mengembang dan bulir-bulir air mata menetes di pipi.
Rumi yang memerhatikan wajah saya langsung bereaksi, "Mama sedih?"
"Ngga sayang, mama ngga sedih, mama bahagia...."

Saya bahagia bisa memiliki ayah yang luar biasa, pribadi yang menyenangkan, lucu dan selalu memberi dukungan serta semangat pada putrinya.
Saya bahagia memiliki ayah yang begitu terlibat dalam setiap kegiatan anak-anaknya,
Beliau selalu ada dalam setiap 'milestone' perjalanan hidup : saat mengantar hari pertama ke taman kanak-kanak, mengambil raport, mengajar berenang, mengajar menunggang kuda, mengajar mengendarai mobil, mengajarkan berhitung, hari pertama SMP, SMA, kuliah, bekerja di klinik, job interview di Jakarta, saat membeli rumah di Purwakarta, ah masih banyak lagi.
He's always there....hanya satu keinginannya yang tidak tercapai yaitu melihat putri satu-satunya menikah. Beliau sudah keburu berpulang ke hadirat Ilahi. Betapa saya sangat mencintai ayah saya. Namun saya yakin cinta Allah lebih besar untuknya...

Al fatihah untukmu ayahku sayang, semoga Allah melapangkan dan melimpahkan rahmat-Nya di alam barzakhmu

Sunday, June 5, 2016

Pecinta Itu Tak Masuk Akal!

Para pecinta itu tindakannya kerap mencengangkan. Tidak masuk akal!
Hanya demi berjumpa dengan idaman hatinya ia rela menggelontorkan berapapun dan menerjang jarak sejauh apapun. Tidak masuk akal!
Demi mendengarkan pujaan hatinya berkata-kata ia rela menahan kantuk dan menghabiskan malam demi malam membayangkan saat-saat perjumpaan dengan sang kekasih. Tidak masuk akal!
Demi meraup seutas senyum sang pujaan hati ia rela menahan segala keinginan dan mendahulukan keinginan sang kekasih. Tidak masuk akal!
Tapi tunggu dulu, ada lagi mereka yang berbuat lebih tidak masuk akal. Karena obyek cinta mereka sesuatu yang tidak tertangkap oleh mata jasadiyah.
Mereka rela bangun di malam hari saat kebanyakan orang terbuai dalam tidur lelapnya, katanya "Demi berjumpa dengan Sang Kekasih" sambil menggelar sajadahnya. Tidak masuk akal!
Mereka menahan lapar, haus dan tarikan syahwat dan hawa nafsu sebulan penuh di bulan Ramadhan, katanya demi "mendapatkan ridho Sang Kekasih". Tidak masuk akal!
Mereka rela menggelontorkan harta berbagi dengan sesama bahkan tak jarang menyisakan ala kadarnya untuk diri dan keluarganya, ujar mereka "semoga Allah senang". Lagi-lagi tidak masuk akal!
Sepertinya jalan Muhammad ini adalah jalan para pecinta, karena syari'atnya akan menjadi hambar jika dibela semata-mata oleh logika akal pikiran trilyunan saraf otak manusia yang terbatas ini. Seperti halnya bagaimana menjelaskan aspek keadilan di balik hukum waris, poligami, pelarangan makan babi dan alkohol, juga berbagai sunnah yang batiniyah yang jumlahnya tak terkira itu. Ya tentu kita selalu bisa mengajukan argumen logis, akan tetapi seribu satu logika hanya akan memancing perdebatan dimensi horisontal yang tak berkesudahan.
Seperti halnya para pecinta yang merindu sang kekasih hati, cukup kiranya alasan meniru jejak langkah baginda Rasulullah semata-mata karena ingin menyenangkan Tuhannya, titik. And i think it's more than enough...

Amsterdam, 1 Ramadhan 1437 H, 6 Juni 2016
Selepas shubuh...

Friday, June 3, 2016

Di salah satu sesi pengajian ibu-ibu Amsterdam kemarin ada pertanyaan mengenai “Mengapa perempuan diwajibkan menutup auratnya sedemikian ketat melebihi kaum laki-laki?” diskusi pun berlangsung hangat ada yang membahas dari aspek fisik, logis dan etis. Memang bagi kami yang saat ini tinggal di negara dengan mayoritas populasi non Muslim pertanyaan serupa akan selalu muncul. Misalnya berkaitan dengan memasuki Ramadhan, timbul lagi pertanyaan “Mengapa perempuan yang haid tidak boleh puasa?” dst. Perlu kesabaran khusus untuk melayani satu per satu pertanyaan yang bisa jadi terkesan “ngeyel”itu ;)

Berdiskusi tentang gender dalam parameter Islam itu tidak sesimpel bicara tentang dua makhluk yang berbeda jenis kelaminnya, pembicaraan tentang gender tidak semata-mata pula bicara masalah aspek  hukum yang sederhana, pendekatan sosiologis, ataupun berbagai keberatan yang banyak dilontarkan oleh masyarakat Barat. Pembahasan mengenai gender sepatutnya melihat lebih dalam dalam ranah tradisi kosmologis intelektual dalam Islam yang serius membedah aspek maskulin-feminin dalam cermin yang lebih besar seperti makrokosmos (al alam al kabir) dan mikrokosmos (al alam al saghir).

Dengan kata lain berbicara tentang gender juga sepatutnya menyentuh hal-hal mendasar dalam tradisi Islam seperti kajian tentang : Siapa itu manusia? Apa entitas yang membentuk manusia? Setelah hal dasar itu ditelaah maka kita bisa lanjut dengan aspek fisik bahwa ada dua macam makhluk, perempuan dan laki-laki kemudian apa hubunganya satu sama lain, apa fungsi masing-masing. Untuk pembahasan lebih jauh bisa dibaca dari buku apik yang ditulis oleh Sachiko Murata berjudul The Tao of Islam.

Kalau kita melihat Al Qur’an maka pembahasan mengenai laki-laki dan perempuan termuat dalam salah satu ayat “Dan kami menciptakan segala sesuatu berpasangan, laki-laki dan perempuan”(QS 53:45). Tidak sedikit ayat di dalam Al Qur’an yang berbicara mengenai konsep keberpasangan ini. Termasuk pasangan pena dan kitab, langit dan bumi dst. Hal ini menunjukkan bahwa konsep keberpasangan merupakan hal yang fundamental dalam prinsip penciptaan.

Kalau kita menelaah Al Qur’an dan hadits dengan dalam maka tampak bahwa pandangan dasar Islam terhadap aspek perempuan dan laki-laki menampilkan sebuah fungsi komplementer, yang satu melengkapi lainnya. Yang satu tidak sempurna tanpa kehadiran lainnya. Dengan demikian tidak ada hierarki, semua sesederhana menjalankan peran masing-masing yang telah ditetapkan oleh-Nya.
Untuk menambah khazanah lain tentang “keperempuanan”mari kita lihat bahwa kata “nafs” atau jiwa dalam Bahasa Arab adalah bergender perempuan. Adapun jiwa adalah entitas manusia yang utama yang kerap kali tidak mendapatkan ruangan cukup dalam berbagai diskursus dalam kajian agama Islam, melainkan hanya bersifat superfisial.

Kemudian menarik untuk melihat bahwa kata “rahim” mempunyai akar kata yang sama dengan “rahman”. Pada kenyataannya rahim sang ibu adalah tempat dimana Tuhan memancarkan kasih sayangnya dengan pertumbuhan yang menakjubkan dari anak manusia.

Lalu Allah Ta’ala dikatakan memiliki sifat “Jalal” (kuat) sifat yang banyak terpancar di kaum laki-laki dan juga sifat “Jamal”(pengasih, penuh kelembutan) sifat yang banyak terpancar pada kaum perempuan.

Maka kita bisa lihat sekilas bahwa bicara tentang gender perempuan tidak hanya sebatas “perempuan”sebagai makhluk berjenis seksual yang berbeda dengan laki-laki saja.
Sebagai penutup, dalam sejarah Islam sebenarnya banyak cerita-cerita kepahlawanan yang sangat menginspirasi yang dilakoni oleh perempuan, hal yang jarang diungkap terutama oleh mereka yang hanya melihat aspek (seolah-olah) perempuan tidak mendapatkan perlakuan yang adil dalam Islam. 

Orang yang pertama syahid dalam Islam adalah seorang perempuan bernama Sumaya Zawgat Yasir. Sumaya dihukum dengan keji - saya tidak tega menceritakan dengan detil – di periode awal perkembangan Islam, beliau gugur sebagai syuhada dalam mempertahankan keimanannya.
Rasulullah SAW memuji Asma binti Umais yang berkelana jauh melintas laut dari Mekkah ke Abyssinia untuk menghindari pembantaian kaum Muslim.

Perempuan juga terjun ke medan perang laiknya laki-laki. Adalah seorang ksatria perempuan bernama Ummu Imara yang ikut dalam Perang Uhud. Mengenai beliau Umar bin Khattab pernah berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW berkata ‘pada saat perang Uhud, tidaklah saya berpaling ke kiri atau ke kanan tanpa melihat Ummu Imara berperang melindungi aku.”[]

(Referensi: Pendahuluan yang ditulis oleh Dr. Zeenat Shaukat Ali dalam buku “Islam and Gender Justice: Questions at the Interface”karya V.A. Mohamad Ashrof)


Thursday, June 2, 2016

Just Pray And Then Wait

Bercermin dari perjalanan 25 tahun usia baligh saya, kalau ditilik-tilik setiap titik perubahan dalam hidup saya datang begitu saja bagaikan tamu Tuhan. Klinik tempat saya mempraktikkan ilmu kedokteran pertama kali, perusahaan farmasi tempat saya belajar menjadi seorang Training Manager, rumah sakit tempat saya didaulat menjadi salah satu direksinya, perusahaan multinasional tempat saya menimba ilmu menjadi seorang Marketing Manager dan jodoh yang kemudian menarik saya ke sisi lain dari bola dunia. Semuanya datang lewat pesan sms, lewat telepon, atau lewat email begitu saja, tanpa harus saya cari otak-atik gathuk. Justru proyek atau rencana yang saya susun lewat modus rekayasa atau otak-atik gathuk biasanya gagal, tidak bertahan lama atau tidak memberikan inspirasi yang dalam.

Benarlah kiranya saat Guru saya berpesan, kalau punya masalah dalam hidup apapun itu yang PERTAMA kali harus dilakukan adalah gelar sajadah dan bersujud memohoh kepada-Nya lakukan itu berulang kali hingga Ia menggerakkan tangan-Nya dan memberikan solusi yang jitu. Kalau belum apa-apa kita sudah panik minta tolong ini-itu, ngedukun sana-sini ya Tuhan akan hilang dan kita kehilangan kesempatan untuk mengenal-Nya melalui perbuatan-perbuatan Dia yang sangat indah, luar biasa dan kerap tak terbayangkan![]