Para pecinta itu tindakannya kerap mencengangkan. Tidak masuk akal!
Hanya demi berjumpa dengan idaman hatinya ia rela menggelontorkan berapapun dan menerjang jarak sejauh apapun. Tidak masuk akal!
Demi mendengarkan pujaan hatinya berkata-kata ia rela menahan kantuk dan menghabiskan malam demi malam membayangkan saat-saat perjumpaan dengan sang kekasih. Tidak masuk akal!
Demi meraup seutas senyum sang pujaan hati ia rela menahan segala keinginan dan mendahulukan keinginan sang kekasih. Tidak masuk akal!
Tapi tunggu dulu, ada lagi mereka yang berbuat lebih tidak masuk akal. Karena obyek cinta mereka sesuatu yang tidak tertangkap oleh mata jasadiyah.
Mereka rela bangun di malam hari saat kebanyakan orang terbuai dalam tidur lelapnya, katanya "Demi berjumpa dengan Sang Kekasih" sambil menggelar sajadahnya. Tidak masuk akal!
Mereka menahan lapar, haus dan tarikan syahwat dan hawa nafsu sebulan penuh di bulan Ramadhan, katanya demi "mendapatkan ridho Sang Kekasih". Tidak masuk akal!
Mereka rela menggelontorkan harta berbagi dengan sesama bahkan tak jarang menyisakan ala kadarnya untuk diri dan keluarganya, ujar mereka "semoga Allah senang". Lagi-lagi tidak masuk akal!
Sepertinya jalan Muhammad ini adalah jalan para pecinta, karena syari'atnya akan menjadi hambar jika dibela semata-mata oleh logika akal pikiran trilyunan saraf otak manusia yang terbatas ini. Seperti halnya bagaimana menjelaskan aspek keadilan di balik hukum waris, poligami, pelarangan makan babi dan alkohol, juga berbagai sunnah yang batiniyah yang jumlahnya tak terkira itu. Ya tentu kita selalu bisa mengajukan argumen logis, akan tetapi seribu satu logika hanya akan memancing perdebatan dimensi horisontal yang tak berkesudahan.
Seperti halnya para pecinta yang merindu sang kekasih hati, cukup kiranya alasan meniru jejak langkah baginda Rasulullah semata-mata karena ingin menyenangkan Tuhannya, titik. And i think it's more than enough...
Amsterdam, 1 Ramadhan 1437 H, 6 Juni 2016
Selepas shubuh...
No comments:
Post a Comment