Thursday, April 24, 2014

Pengalaman Melahirkan Di Amsterdam

My second pregnancy! Selalu merasa luar biasa merasakan gerakan sang buah hati setiap kalinya.
Memasuki minggu ke-40 dokter kebidanan menyodorkan formulir penelitian yang membandingkan kasus induksi di minggu ke-41 dan minggu ke-42 kehamilan, "just in case" katanya sembari memberi sinyal untuk membicarakan opsi dilakukan induksi di kedua waktu tersebut apabila belum ada tanda-tanda kelahiran, karena risiko pada bayi makin tinggi bila dibiarkan telalu lama di dalam rahim. Wah, hatiku sempat deg-degan, setiap hari aku semangat berjalan membawa si sulung bermain tidak lupa bersepeda ke Utrecht, Weesp atau Amsterdam Zuid, cemunguudh! biar ngga usah diinduksi dan bisa melahirkan normal, mengingat kelahiran pertama dilahirkan dengan Caesar, walaupun sepertinya 'enak' tinggal tidur bayi sudah ada di sebelah, tapi sakit setelah caesar bisa terasa hingga berbulan-bulan kemudian…so please God, ijinkan hamba bisa melahirkan normal kali ini :)

Sabtu, 19 April 2014, jam 3 dini hari bertepatan dengan usia kehamilan 40 minggu 3 hari mulailah merasakan kontraksi lebih intensif, setiap 7-10 menit dan makin nyeri. Kontraksi sudah terasa lebih sering sejak Kamis, kami menghitung dengan menggunakan "Contractions Timer" yang diakses di internet, pokoknya mengikuti saran dokter, "Kalau kontraksinya sudah setiap 5-7 menit telp rumah sakit!". I feel like this is the time. Supaya lebih nyaman, saya biarkan dulu beberapa saat, sambil shalat malam dan menunggu pagi hari.

Jam 8 pagi kami sudah tiba di RS AMC Holendrecht, Amsterdam, setelah membuat janji via telp. Suasana rumah sakit tampak sepi, mungkin karena libur panjang Good Friday disambung Paskah. It's as if we're the only patient there. Kami dipersilahkan masuk ke ruang observasi, dipasang alat CTG untuk memantau detak jantung bayi dan kontraksi ibu, kamar yang nyaman untuk satu orang. Setelah itu bidan dan co-assisten datang menyapa hangat dan tak lupa mengukur vital signs, and by the way the temperature HAVE TO -with a capital words- be per rectum, ugh…aku coba ngeles, "i feel fine, dont feel any fever", dan si co-assistent menjawab sambil tersenyum , "yes but its the procedure".."ok" sanggahku, "can't it be via axilla?" (kan tinggal ditambah 0,5 derajat-an pikirku. "sorry, it has to be per anus"…duh…tai bisa mengelak yo wis, well at least they let me do that by myself :D

Jalan Teruus…

"It's only 1 cm of opening, but the cervix is already soft" , deg! jangan-jangan disuruh pulang lagi, batinku, males banger mesti bulak-balik, and I'm pretty sure saatnya sudah dekat karena merasakan intensitas nyeri yang mulai meninggi.

"why don't you take a walk for two hours, and then be back here, we'll see it from there, but if there's no progress i think it will be better for you to rest at home .."
Yawdah, kita jalan2 aja! ajakku pada suami yang sangat kooperatif dan siap membantuku. Akhirnya kita jalan mencari restoran yang sudah buka pada jam 10an pagi, La Place at Bullewijk akhirnya menjadi tempat kami nongkrong menunggu saatnya tiba, di jalan sesekali aku berhenti dan berpegangan pada suami menahan nyeri kontraksi yang datang mulai 5 menit.

Kami kembali ke rumah sakit sekitar pukul 1 siang, menyempatkan diri berdoa bersama di ruang meditasi yang diperuntukkan bagi semua agama, ruang yang sangat tenang. "Ya Allah berikan persalinan yang lancar untuk Adinda…" aku pun mengaminkan doa suami.

"It's 2 centimeters opening and the cervix getting thinner", begitu kata Residen Obgyn yang memeriksaku kali ini. "I think we're going to put you in the maternity wards and observe you there"
"Yes! alhamdulillah" senangnya ngga disuruh pulang lagi, this is it!
Kami diajak memasuki ruangan nyaman dengan satu tempat tidur merk bagus (HR) - haha..i know about this stuff dari pengalaman kerja di perusahaan distributor alat kesehatan, dan memang nyaman banget tempat tidurnya, desain ruangan VIP padahal kami cuma membayar premi asuransi paket standar :)

Tidak berapa lama dua orang perawat yang ramah berusia 40-50an datang mengukur suhu dan mengajak bercanda, i feel an instant click with them. Sambil bercanda mereka bilang, "Our shift ended at 11 pm, so you have to deliver the baby before our shift ended!" sambil menyemangatiku.

Memasuki jam 4 sore, bukaan sudah 4-5, kontraksi makin terasa sakit dan untuk berjalan pun sudah terasa berat. Perawat memberi saran untuk istrirahat saja karena saya sudah banyak jalan dari pagi, siapkan tenaga untuk persalinan yang diperkirakan akan jatuh malam ini. Kami menunggu saat-saat pembukaan lengkap sambil nonton film seri Heroes di net flix - kebetulan fasilitas wifinya oke banget. Memasuki pembukaan 6-8 saya sudah tidak bisa menikmati nonton film, bahkan muffin coklat kesukaanku yang disediakan suami tidak tampak menggairahkan saat itu, i just fighting the pain of contraction yang datang setiap 3 menit. Jam 8 malam, saat pembukaan 8 cm sang dokter residen mengambil tindakan memecahkan air ketuban, setelah sebelumnya mengeluarkan isi kandung kemih. Dan mulailah saat-saat terberat periode kontraksi karena kepala makin mendesak pintu rahim dan belum boleh ngeden sebelum pembukaannya lengkap…woow, by far that is the most painful thing i've ever experienced in my whole life!

Memasuki jam 10 malam pembukaan sudah lengkap, mulailah saat persalinan dipimpin oleh dokter residen obgyn, dua orang perawat baik hati yang kemudian tinggal hingga jam 12 saking nungguin si bayi lahir..(so sweet of them), saat aku tanya sama mereka jam 11.30.."hey aren't your shift over at 11?" - di sela1-sela menunggu kontraksi untuk 'push' berikutnya, mereka cuma bilang "ssshhh.." haha..

Akhirnya setelah berganti posisi duduk untuk melakukan "push", kepala bayi mulai keluar aku disuruh 'hold' dan ganti posisi untuk mencegah robekan jalan lahir yang dahsyat. Akhirnya Rumi Isaiah Sugihartono lahir pukul 00.02 bertepatan dengan hari Paskah.

Semua nyeri rasanya hilang setelah memeluk si jabang bayi dan mendengar tangisannya. Setelah itu kami tidur bersama - rooming in- dan paginya diperbolehkan pulang setelah mandi dan sudah bisa buang air kecil, and they have to make sure i can pee…belum boleh pulang kalau belum bisa katanya, just to make sure…What a 16 hours!

Wednesday, April 16, 2014

Kebebasan Hidup Menurut Platon

Berbeda dengan pendapat umum tentang kebebasan hidup yang cenderung menjurus kepada kebebasan finansial (baca: bebas melakukan apapun, tidak usah kerja dan keliling dunia), maka Platon cenderung membedakan kebebasan hidup dari hidup sedentari (bermalas-malasan). Menurut Platon, kebebasan hidup bukan berarti seseorang menjadi pasif, akan tetapi tetap menggunakan akal dan raga dalam kekaryaan nyata, tidak sekadar berdiam diri.

Suatu kegiatan yang dilakukan dari dalam jiwa seseeorang berfungsi membebaskan jiwa dan dengan demikian akan memberikan kebahagiaan hakiki pada orang tersebut.  Inilah sebabnya tujuan utama dari pendidikan adalah untuk mengarahkan setiap individu kepada fitrahnya masing-masing, pekerjaan sejatinya.

Menurut Platon, setiap orang mempunyai misi untuk memenuhi tujuan hidupnya secara tepat, sebagaimana kelinci pandai melompat, burung yang pandai terbang, ikan yang pandai berenang dsb. Setiap makhluk diciptakan dengan membawa keahliannya yang spesifik. Menemukan kegiatan yang spesifik itu akan membuat orang terbebas jiwanya, ia bekerja tapi jiwanya bernyanyi, suatu kegiatan yang bersifat “play-like”. Tugas kita selama hidup di bumi ini adalah untuk menemukan harta karun yang tersimpan dalam diri masing-masing, yang tanpanya kita tidak akan pernah merasakan kebebasan sejati dalam hidup, yang tanpa menjalaninya waktu kita hanya habis dari satu kegiatan acak ke kegiatan acak lainnya.


Sumber : http://www.uiowa.edu/~lsa/bkh/200/platoarticle.htm