Tuesday, July 29, 2014

Adaptation To Life Events

"The measure of intelligence is the ability to change."
- Albert Einstein

Alfred Russel Wallace, seorang penjelajah dan ilmuwan berkebangsaan Inggris memperhatikan bahwa burung-burung yang bermigrasi dari satu tempat ke tempat lain - dengan jarak tempuh dari 5 km hingga 14.000 km mempunyai satu tujuan utama, yaitu mencari makan. Untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya itulah mereka menempuh perjalanan panjang dan membahayakan, tidak sedikit dari mereka yang tidak mencapai tujuan. Mereka bermigrasi dalam kelompok yang jumlahnya bisa mencapai jutaan burung untuk kemudian menemukan sarang baru yang dibangun bersama-sama dan tinggal untuk kurun waktu tertentu, sampai kemudian saatnya tiba bagi mereka untuk pindah dan mengulangi siklus hidupnya kembali.

Alam menunjukkan kepada kita bahwa perubahan itu adalah bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan dan Sang Maha Pencipta sudah menyiapkan kemampuan untuk beradaptasi terhadap setiap perubahan dalam setiap ciptaan-Nya.

Kita sebagai manusia juga didera oleh berbagai macam perubahan, mulai dari yang bersifat fisik: tubuh menua, kulit mengeriput, rambut memutih. Beberapa fase perubahan dalam hidup: masa kecil, masa remaja, dewasa, masa tua. Momen-momen penting dalam hidup: kelahiran, pernikahan, kematian. Dinamika yang terjadi dalam hidup: berganti kerja, pindah tempat tinggal, perceraian, boss baru, tetangga baru. Sampai dengan hal yang bersifat halus di dalam diri: mood swing, semangat-lelah, gembira-sedih, sholeh mode-on, bandel mode-on, rajin-malas. Semua dipergilirkan bagaikan siang dan malam.

Syaikh Ibnu 'Athaillah berpesan tentang hal ini:

“Allah Ta’ala memberi kamu kelapangan agar kamu tidak selalu dalam kesempitan. Allah Ta’ala memberi kesempitan kepadamu, agar kamu tidak hanyut di waktu lapang. Allah Ta’ala melepaskan kamu dari dua-duanya, agar kamu tidak menggantungkan diri, kecuali kepada Allah semata.”

Jadi, perubahan dalam hidup adalah suatu keniscayaan, always be prepared for it! Artinya juga tidak perlu panik saat perubahan itu datang, tenang dulu, take a deep breath, coba membuat jarak dengan fenomena yang sedang disajikan di hadapan kita, jangan reaktif ambil keputusan singkat ini-itu apalagi menghakimi diri dan kehidupan dengan sugesti-sugesti negatif seperti, "Ah sudah tidak ada harapan lagi" "Inilah akhir dari kisah cinta kita" (mengutip Glenn Fredly #halah!) "Habislah kita!" dsb seakan-akan Tuhan tidak punya daya mengatasi semua kesusahan kita yang membuncah.

When change come, take a deep breath and stay calm, we can adapt! hey...it's really not the end of the world

Wednesday, July 23, 2014

Pitfall of Democracy: Suara Terbanyak Belum Tentu Benar

*apalagi kalau curang dalam mengumpulkan suara
Sejarah mencatat proses demokrasi pertama kali terjadi saat pemerintahan Cleisthenes di Yunani tahun 507 SM, ia yang pertama kali menyerukan agar semua orang diperbolehkan untuk memberikan suara dalam rangka memilih wakil rakyat yang duduk di pemerintahan.
Asumsi dalam demokrasi adalah bahwa setiap suara benar-benar diperhitungkan untuk menghasilkan sesuatu yang baik atau benar. Tapi rasanya ini baru bisa terjadi kalau sebagian besar pemilih sudah paham mengenai konsep kebenaran (al haq) karena jika keputusan memilih itu dilandaskan oleh kepercayaan dengan dasar yang lemah, maka hal yang dipercaya itu belum tentu benar. Dikatakan dahulu terdapat beberapa contoh tentang khayalan kolektif tentang kebenaran yang kemudian terbukti tidak benar, misal bahwa bumi kita datar, bahwa bumi adalah pusat dari tata surya atau dulu orang pernah berpikir bahwa hewan tidak bisa merasakan sakit dan lain sebagainya. Dengan demikian tidak tepat untuk mengatakan sesuatu menjadi kebenaran hanya karena banyak orang yang mendukungnya.
Selain itu kenyataannya orang biasanya dipandu oleh kepentingan pribadinya (baca: ego) dalam memilih. Mereka memilih partai atau orang yang diharap akan paling menguntungkan mereka. Para elit partai itu barangkali juga sadar betul bahwa keuntungan yang mereka akan terima biayanya akan ditanggung oleh semua orang. Apakah ini adil atau merupakan sesuatu yang diinginkan?
Inilah risiko mekanisme pemilihan yang benama demokrasi, bahwa kehendak mayoritas bisa jadi lebih penting dari pertimbangan kebenaran. Kuantitas mengalahkan kualitas ; banyaknya jumlah orang yang menginginkan sesuatu mengesampingkan pertimbangan hati nurani dan akal dalam.
Menarik untuk mengamati bagaimanapun angin yang sedang berhembus di tanah air adalah seperti yang sekarang sedang terjadi. Memprihatinkan tapi insya Allah saya terima demi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bagi saya persatuan bangsa itu lebih penting saat ini. Bukan berarti membenarkan perkembangan yang ada. Kita bekerja di bidangnya masing-masing dengan sebaik-baiknya. Buat saya itu berarti kembali menyusui bayi saya yang berusia 3 bulan, menjemput kakaknya yang berusia dua tahun di kinderopvang (playgroup) dan bersiap belanja untuk membuatkan masakan enak bagi suami tercinta 
Salam Indonesia Bersatu dan Berdaulat dari Amsterdam

Sunday, July 6, 2014

It's Okay To Make Mistakes

Anak saya yang berusia dua tahun belajar semua makanannya sendiri, walau kadang saya tidak beri kalau sedang cape, masalahnya pasti berantakan! Lebih dari separuh makanan biasanya berceceran di sekitar piring dan di bawah lantai. Butuh waktu dan tenaga lagi untuk membersihkannya dan sekarang dengan kehadiran si bungsu yang baru berusia dua bulan, kadang saya merasa tidak punya energi lebih untuk melakukan hal itu.

Tapi, saya pikir-pikir lagi, ini justru saat yang baik bagi dia untuk belajar mengontrol motoriknya, membiasakan diri memakai kedua tangannya untuk salah satu fungsi terpenting manusia yaitu makan! Oleh karenanya saya mengalah dan mengamati hamburan makanan di sekitarnya dengan rasa geli, it helps when you can laugh about it daripada ngedumel ngga menyelesaikan masalah ;)

Hari ini saya terpikir, mungkin begini juga cara Tuhan memperlakukan hamba-hamba-Nya yang masih berbuat salah menggunakan kehidupan dan sekian perangkat titipan-Nya dalam cara yang salah. Kadang Tuhan biarkan hamba-Nya melakukan kesalahan karena itu adalah sebuah proses pembelajaran. So who are we to judge?
Seperti kata Isa dalam injil "He that is without sin among you, let him first cast a stone at her." 
Everybody makes mistake, so please be kind ...

Saturday, July 5, 2014

Indonesia Menang!

Terinspirasi oleh antusiasme para sepakbola-mania mendukung tim dari negaranya masing-masing, apapun latar belakang, kepercayaan, ras dan perbedaan politik yang ada. Semua lebur jadi satu, kompak berharap negaranya yang menang.

Semoga siapapun yang diamanatkan rakyat untuk memimpin bangsa dapat menjalankan mandatnya dengan baik untuk memenangkan rakyat Indonesia melawan kebodohan, ketidakadilan, korupsi, kesewenang-wenangan, kemiskinan dan sekian banyak masalah yang menanti di depan mata.

Semoga KPU, Bawaslu dan lembaga pengawas pemilu lainnya serta pemerintah dapat menjadi wasit yang baik, jujur dan tegas dalam pertandingan antar putra -putra terbaik bangsa saat ini.

Semoga rakyat, para penonton dapat mengikuti 'pertandingan' dengan santun, menduduki tempatnya masing-masing, menahan diri untuk tidak menyakiti orang lain baik lisan apalagi perbuatan, bisa menerima perbedaan dengan legowo. Bisa bersorak bersama untuk kemenangan bangsa Indonesia.

Ayo menangkan Indonesia!

Thursday, July 3, 2014

Tuhan Tahu Yang Terbaik Untuk Bangsa Ini

Guru saya berpesan, "Apapun opsi kehidupan yang dihadapi, pastikan untuk memilih pilihan yang makin mendekatkan kita kepada Tuhan."
Saya mencoba mempraktikkan kata-kata beliau dalam semua langkah kehidupan, sejak memilih sekolah, pekerjaan hingga memilih jodoh. Apalah lagi menghadapi pemilihan presiden beberapa hari mendatang saya memutuskan untuk memilih calon yang hati saya ringan untuk memilihnya.

Saya merasa apapun itu kalau kita ingat bahwa Tuhan berada di belakangnya membuat jadi lebih ringan dalam menjalani dan mudah untuk menerima, tidak hanya itu kita menjadi lebih santun dan elegan dalam menyikapi perbedaan dan bahkan keburukan orang.

Sangat membantu bagi saya pribadi kalau mengingat bahwa semua makhluk dalam genggaman-Nya.
Bukankah dia bisa begitu dengan ijin-Nya?
Bukankah tiada satu pun kata keluar dari mulut seseorang dan tulisan yang tertoreh tanpa kehendak-Nya?
Bukankah semua orang - baik atau buruk; memukau atau menyebalkan; manusia dengan segala kekurangannya adalah ciptaan-Nya? - dengan demikian apakah ketika kita menghina seseorang kita secara tidak langsung sudah menghina Yang Mencipta ?

Saya pribadi senang dengan perkembangan demokrasi di negara tercinta, khususnya di tahun ini, semua orang tampak antusias menyampaikan pendapatnya masing-masing. Saya hargai itu semua, saya kasih jempol kepada pendapat yang baik dan saya juga ikut mengkritisi pendapat yang tampaknya kurang proporsional. Semua bagian dari proses saling memberi pendapat selayaknya dalam keluarga tidak mungkin semua sama pendapatnya - lha wong saya sama suami saja berbeda dalam hal pilihan presiden ini, it's okay, ga masalah. Malah perbedaan itu jadi memperkaya khazanah, bisa melihat dari sudut pandang yang berbeda dengan hati yang sejuk, ngga perlu emosi.

Nah, menjelang pemilihan presiden yang makin dekat ini, mari kita sama-sama hening sejenak, tanyakan pada hati nurani masing-masing tentang pilihan yang akan dipertanggungjawabkan kelak di hadapan-Nya. In the end its just between us and God...
Semoga penggal episode ini tidak sampai mencederai keimanan kita pada-Nya dan persaudaraan di antara kita yang dilandaskan kasih sayang yang murni.

Silahkan memilih dengan pilihan masing-masing dengan damai dan legowo
Apapun pilihan-Nya, Tuhan sudah menakdirkan yang terbaik untuk bangsa ini
Kita memang harus berikhtiar sebisa mungkin dan dengan cara yang baik
Tapi bahkan kuatnya keinginan kita tidak akan mampu mengoyak takdir-Nya
Let's vote and see where the wind blows and be happy about it ! :)

From Amsterdam with love
3 Juli 2014
9.49 am