Thursday, April 25, 2013

Bersujud Dalam Keseharian

Posisi sujud kabarnya merupakan posisi yang paling Allah sukai.
Dalam sebuah hadits Rasulullah saw bersabda:


paling dekatnya seorang hamba dari tuhannya ialah ketika seorang hamba dalam keadaan sujud,oleh"  karenanya perbanyaklah berdoa dalam keadaan sujud” HR Abu Dawud
Rasanya memang posisi ini adalah posisi yang paling khidmat dalam mengekspresikan sebuah penghambaan. Namun sujud ternyata tidak hanya dilakukan dalam sholat-sholat kita yang hanya beberapa menit dibandingkan keseluruhan aktivitas hidup.

Perhatikan bahwa ketika sujud posisi kepala kita ditekan dalam-dalam menyentuh tanah, sebuah isyarat ketawadhuan (seharusnya orang yang shalat makin tawadhu, rendah hati dan tidak sombong - kaya bawang putih). Selain itu hati letaknya lebih atas, simbol bisikan hati nurani hendaknya yang menggerakkan kita jika dibandingkan dengan akal pikiran.

Akal pikiran cenderung menipu dan terlanjur didominasi berbagai macam bentuk nafsu dan syahwat. Bukan berarti tidak menggunakan akal pikiran, tapi dalam hidup akan ada saat-saat dimana akal pikiran kita mentok, tidak akan bisa berfungsi atau melompat melihat fenomena kehidupan apa adanya. Adalah si akal pikiran yang selalu sibuk mengkotak-kotakkan persoalan; ini baik, itu buruk, ini cukup , itu kurang, ini bahagia, itu kurang bahagia dst. Tapi si hati akan selalu bilang 'yo wis terima saja, berserah saja, maafkan, jalani saja'.

Praktisnya, jika kita masih dipusingkan oleh pernak-pernik masalah kehidupan yang tiada habisnya, - sekali lagi bukan berarti ga boleh mikirin dunia ya, tapi jangan sampai berlarut-larut dan tenggelam di dalamnya- misal, ngedumel tiada henti tentang kelakuan boss kita yang petantang-petenteng, ngamuk-ngamuk karena pasangan kita ga memenuhi keinginan kita, khawatir tak berkesudahan akan rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM sembari pikirannya gesit menerawang 'duh nanti harga-harga pada naik dong, gimana..? gimana?' dan banyak lagi lintasan emosi, kekhawatiran, kekecewaan, kegetiran yang akan (atau sedang) kita alami. Nah, kalau masih dipasung dengan 'the unfolding of His plan', rasanya itu tanda kita belum bersujud. Setidaknya masih belajar sujud lah melalui shalat-shalat kita, lumayan...

Semoga Allah Ta'ala membuat kita jadi orang-orang yang bersujud, amiin

Amsterdam, 26 April 2013
5.36 am

Memaknai 'Subhanallah' Secara Praktis

Sejak kecil saya diajarkan tentang dzikir subhanallah yang katanya artinya 'Maha Suci Allah'. Berpuluh tahun lamanya saya ucapkan dzikir itu di lisan saya tapi terus terang saja, ngga begitu bergaung maknanya di dalam hati, setidaknya ini yang saya pribadi rasakan. Istilahnya anak muda sekarang, iya Allah memang Dzat Yang Maha Suci, so what geetu lho? Lalu apa hubungannya dengan kehidupan saya per saat ini, apa efeknya dengan masalah yang sedang mendera saya di hari ini? dst..dstt..
Tapi, kata Pak Ustadz dzikir ini baik untuk diucapkan ada hadisnya kuat! Maka ya saya lakukan saja.

Pemahaman baru saya tentang makna 'subhanallah' yang Allah berikan kepada saya melalui seorang ulama di Bandung sekitar tahun 2001 itu sangat membuka cakrawala saya dan yang penting bisa menjiwai dzikir itu dalam aspek apapun dalam kehidupan. Karena saya percaya agama dan kehidupan adalah sama, tidak bisa dipisah-pisahkan. Bahwa sholat dan ibadah ritual yang kita lakukan sebagai perwujudan taat kepada aturan-Nya juga harus diejawantahkan dalam kehidupan sehari-hari, dalam berinteraksi dengan sesama makhluk-Nya.

Ulama itu mengatakan bahwa akar kata 'subhanallah' dari kata 'sabaha' yang artinya mengalir. Jadi saat kita mengatakan dzikir subhanallah di lisan kita, idealnya hati kita mengalir dengan keadaan apapun yang Dia sedang turunkan di saat itu. Tentu gampang untuk mempraktekkan hal ini saat kita mendapat hadiah "subhanallah!" (dengan sumringah), saat lulus ujian "subhanallah" (sambil jingkrak-jingkrak dikit), atau saat dapat bonus tak terduga "subhanallah" (sambil pikiran melayang cepat merencanakan mau beli apa yaa? uhmm...). Tapi coba kalau saat kita lagi bete, karena rencana gagal "subhanallah..." (sambil ngenes), sedang punya masalah dalam kehidupan pribadi "subhanallah" (sambil nahan sakit gigi) ouch...ga mudah memang untuk bisa 'mengalir' dalam karsa-Nya dengan suka cita. Padahal kata Ibnu Athaillah "Sekuat apapun keinginan seorang hamba tidak akan sanggup mengoyak takdirNya". Tetap saja dalam hidup ini rencana-Nya yang akan berjalan, kalau seolah-olah kita berhasil dengan rencana kita ya itu karena kebetulan saja rencana kita berjalan seiring dengan Dia. Here's the catch, pilihannya kata Allah dalam Al Qur'an "Kembali kepada-Ku dengan suka cita atau terpaksa?"

Arti kata subhanallah dalam bahasa keren saat ini juga banyak, seperti "be at the present", "living the moment" dll. Semua nuansanya sama, suatu gerak mengalir. Seperti halnya air, makhluk Allah yang berserah diri, kita tidak pernah melihat air protes ngga mau mengalir dari tempat tinggi ke tempat rendah (thanks God!), mengalir itu ya nurut saja dengan ketentuan-Nya, makanya sering dikatakan "mengalirlah seperti air". Ah, rasanya saya masih harus banyak belajar dengan sang air, untuk mengalir suka cita dalam ketentuan-Nya. Subhanallah....

Amsterdam, 25 April 2013
12.10 siang

Tuesday, April 23, 2013

Apakah Islam Hanya Mengakui Nabi Muhammad?

Pagi ini suami saya berbagi cerita yang menarik yang menggambarkan percakapannya dengan salah satu koleganya seorang Belanda asli, berikut kira-kira percakapannya:

Kolega (K) : Apakah Islam hanya mengakui Nabi Muhammad?
Suami (S) : Oh, tentu tidak! Islam mengajarkan untuk menghormati ajaran Nabi Adam, Yusuf, Musa, Ibrahim, Isa dll.
K: O iya? Saya baru tahu itu, karena selama ini orang Muslim hanya lantang ketika Nabi Muhammad dilecehkan, namun saya tidak pernah mendengar manakala Jesus (Isa) dihina lantas orang Muslim bereaksi keras menentangnya.
S: Saya juga tidak mengerti akan hal itu, yang pasti Al Quran mengajarkan untuk beriman kepada ajaran nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad juga.
K: Sungguhkah itu? (Koleganya makin terkaget-kaget) apakah benar al quran mengajarkan untuk menghormati nabi-nabi selain Muhammad ?
(Tampaknya dia masih kesulitan untuk memahami ini, karena semua suguhan di media massa yang dicernanya tidak jauh dari mereka yang mengaku dirinya 'muslim' dan berbuat kekerasan serta tidak ramah terhadap mereka yang berbeda paham)
S: Setidaknya itu yang saya percayai. Saya juga percaya untuk beriman kepada kitab selain Al Quran yang ada, bahwa Injil, Taurat dll adalah bagian dari Kitab-Nya yang sepatutnya kita pelajari.
K : (makin terbengong-bengong)

Itulah sedikit cerminan bagaimana seorang yang dilahirkan, dididik dan dibesarkan di negeri Belanda melihat Islam. Saya pribadi betul-betul bisa memahami bentuk pemikiran dia, lha wong baru beberapa bulan di sini image orang Islam yang saya lihat di tv kalau ngga nge-bom, perang, berlaku sewenang-wenang pada wanita dan berbagai label yang kurang indah lainnya. Memang pernah ada pemberitaan positif tentang prestasi ilmuwan Islam yang berkontribusi dalam peradaban dunia, tapi cerita itu tenggelam dalam ratusan cerita kelam lainnya.

Ketika berita pemboman di Boston kemarin terjadi, respon pertama saya dan suami adalah "aduh, semoga bukan orang Islam (lagi)!"..dan wakwaaaw...ternyata orang Chechnya muslim katanya yang melakukan pheew...hal-hal seperti ini akan makin membuat hidup orang-orang perantauan makin menantang.

Bagaimanapun semua dalam kendali tangan-Nya, adalah Dia yang menakdirkan setiap kejadian. Oke, saya terima itu, di sisi lain, rasanya kita perlu melakukan upaya yang lebih aktif untuk memperkenalkan Islam yang sebenarnya kepada dunia. Berjuang membela ajaran yang dibawa oleh Rasulullah saw, seorang figur yang penyayang, yang berbesar hati menengok orang yang melemparinya dengan kotoran binatang setiap hari, yang berdoa untuk keselamatan suatu penduduk yang melempari beliau hingga berdarah, yang tidak marah kepada orang yang menipunya. Ah, kita betul-betul berhutang banyak kepada Yang Maha memberi kehidupan agar bisa menjadi hamba-Nya yang baik. Dimulai dari baik terhadap diri sendiri, suami, orang tua, anak, orang-orang terdekat dst..dst...yuk mari!

Amsterdam, 24 April 2013
7.47 am

Monday, April 22, 2013

Episode Baru Di Belanda

Minggu, 21 April 2013, kebetulan bertepatan dengan hari Kartini adalah momentum hijrah untuk bertempat tinggal dan berkarya di negeri Belanda bersama suami tercinta dan membangun bahtera rumah tangga.
Walaupun sudah tiga kali berkunjung ke negeri kincir angin, namun momen ini sangat istimewa, karena kami berencana tinggal lama disini, berapa lama? Only God knows. Walaupun kalau melihat status suami yang sudah mendapat kerja permanen di De Nederlandsche Bank dan amanah pekerjaan yang diberikan oleh Allah melalui justifikasi seorang mursyid, rasanya kami akan lama tinggal di sini, barangkali cukup lama untuk bisa mengantarkan anak-anak memasuki masa kuliah, insya Allah jika ada usia :)

Seumur hidup saya tidak pernah bermimpi untuk menjejakkan kaki di negeri ini, malah sebenarnya obsesi saya untuk suatu saat bisa menghirup udara di Benua Amerika rasanya masih membara. Tapi itulah kehidupan, you never know where the river will take you, unless you have the access to the 'grand map' ;)

Pertemuan dengan teman sekelas di SMAN 3 Bandung, yang sekarang jadi suami, pun berawal tidak terduga melalui 'spam'yang terkirim di milis kelas kami. One email leading to chatting, phone conversation, meeting up again after 14 years in London - where he proposed me there - after around 4 months corresponding through emails, yahoomessengers, skype (thanks to the technology!). And we got married on 15th May 2011 in Bandung, standing for nearly 4 hours greetings as much as around 2000 guests, typical Indonesian wedding ceremony, looking back all we can say is "what on earth were we doing?":D

Rencana untuk segera berkumpul bersama di Belanda pun melalui tahapan panjang dan berbelit-belit, tersandung masalah birokrasi, adminstrasi dan kami harus menunggu kelahiran putra pertama kami Elia yang tiba di alam dunia ini pada tanggal 4 Juni 2012. So, for more than 2 years we were having a long distance relationship, something that i personally wont recommend any married couple. Why? Because in my experience, there were too many chance of miscommunication and being away from your spouse makes you feel incomplete, thus sometimes it can get you to make any harsh and egoistic decision that seemed good for yourself'', thats right, YOURself, it was al about you, not we. Jadi mengerti mengapa Rasulullah saw melarang meninggalkan istri lebih dari 6 bulan (dikisahkan dari riwayat sahabat yang berperang dan kemudian ketika masanya sudah mendekati 6 bulan di medan perang, maka sahabat tersebut dikirim pulang untuk menemui keluarganya).

And here we are now, coming back to The Netherlands, im writing partly because i need to do something to recover from my jetlag ;) We came around 7am today at Schiphol after 16 hours flight with Garuda (GA 88). Rasanya seperti mimpi, baru kemarin ada di Bandung lalu ke Jakarta, dan sekarang sudah ada di Amsterdam. Ah, semua juga bumi Allah, Dia Yang Maha Kuasa memindahkan kita ke manapun Dia berkehendak. Hidup jauh lebih ringan saat kita berserah kepada rencana-Nya.

Bismillah, memulai episode baru hidup di Belanda :)