"The things you own end up owning you"
- Fight Club
Teman saya yang sudah menempati posisi tinggi di sebuah perusahaan multinasional berkata, "Dulu saat gaji saya satu juta delapan ratus ribu rupiah per bulan saya dan istri hidup sangat bersahaja, kami kerap harus menahan keinginan untuk membeli ini dan itu karena menyadari kemampuan finansial kami yang terbatas. Kemudian saya bekerja keras dan saat ini meraih posisi setingkat direktur dengan gaji lebih dari lima puluh juta per bulan. Saya pikir dengan gaji sebanyak ini saya bisa punya lebih 'space' untuk tidak merasakan 'pas-pasan' lagi, tapi ternyata seiring dengan meningkatnya penghasilan secara tidak sadar gaya hidup kami berubah dengannya otomatis pengeluaran pun bertambah, sehingga gaji saya yang sekarang ada dirasa sama-sama pas-pasannya dengan dahulu..."
Kita berada di awal era informasi yang bergerak dengan kecepatan super dan membuat kita tergagap-gagap karenanya. Ragam informasi yang membanjiri pikiran kita melalui panca indera demikian mudah membuat kita menjadi seakan-akan kurang bahagia dengan memiliki pikiran, "Kalau aku ITU aku dan keluarga akan lebih bahagia", silakan pasangkan ITU dengan sekian banyak obyek yang paling menyentuh diri kita pada saat ini: bisa jadi rumah yang diimpikan, kendaraan yang diidamkan, gadget baru yang itu dan sekian banyak hal yang ingin dimiliki yang bisa jadi ngga perlu-perlu banget. Kemudian secara tidak sadar seseorang mengidentifikasikan dirinya dengan obyek-obyek yang ia miliki.
Konsumerisme telah merubah gaya hidup kita dan pada tahap tertentu bisa menjadi 'kiblat' kita setiap harinya. Akibatnya keputusan kita membeli sesuatu lebih dominan didasari karena ingin terlihat happy, sukses dan hebat di mata orang banyak.
Teman saya yang sudah direktur itu kemudian menyadari bahwa ia sudah terjebak pusaran arus konsumerisme selama ini, maka secara bertahap ia mulai mengubah gaya hidup dan teman-temannya . Sekarang dengan gajinya itu dia memiliki banyak ruang untuk menyalurkan hartanya pada kegiatan sosial, sesuatu yang hanya dilakukan dengan sambil lalu sebelumnya. Dia menyadari sekarang bahwa kebahagiaan sejati terletak manakala ia bisa berbagi dengan yang lain. Memang tidak mudah ia bilang untuk 'melawan arus' orang kebanyakan yang punya stereotipe tertentu tentang kesuksesan, manakala ia berkendara dengan mobil Jepang keluaran tahun 2012, ada saja mulut usil yang komentar "Wah direktur mosok pake mobil taksi, pake mobil mewah buatan Eropa dong!". Teman saya yang budiman ini untungnya sudah kebal dikatain begitu, "Anjing menggonggong kafilah berlalu..." katanya ringan.
No comments:
Post a Comment