Sembilan belas tahun lamanya saya dihantui oleh pertanyaan yang
berputar di dalam benak saya tentang "apa fungsi kehidupan dunia ini?"
Kalau kita hanya diciptakan untuk sekolah, kuliah, dapat pekerjaan baik
dan mengumpulkan uang banyak, menikah, punya anak, menikahkan anak,
punya cucu dan mati, rasanya bagi saya hidup kita tidak beda dengan
sang kambing yang pergi ke padang untuk merumput (analogi cari kerja
buat manusia), berkembang biak lalu mati. Kehidupannya berputar sekitar
memenuhi kebutuhan jasmani dan pernak-perniknya yang berbau jasmaniyah,
entah itu jabatan, kekuasaan, nama baik, ketenaran, ingin dipandang
orang saleh dsb.
Kemudian ide tentang adanya alam akhirat, kehidupan lain dan alam
penghakiman dimana semua manusia dituntut untuk mempertanggungjawabkan
perbuatannya adalah masuk akal buat saya.
Seringkali banyak orang yang menzalimi orang lain di dunia ini lenggang
kangkung lepas dari hukuman, simply because he or she has lots of money
and connections at high power! Di mana letak keadilan?
Dimana juga letak adil saat seseorang bisa menghabiskan uang milyaran
menikmati sebongkah batu perhiasan just for show off or he sake of
arts, while at the same time billions of people struggling just to have
an access to clean water and sanitation?
Dimana letak adil saat seorang wanita tak berdaya harus meregang nyawa
diperlakukan secara keji oleh para pemuas syahwat bejat mereka?
Ah...terlalu banyak fenomena dunia ini yang membuat saya geleng-geleng
kepala, tadinya saya mau menuliskan kata muak...tapi menyadari bahwa
semua datang dari tanganNya yang Maha Suci, akhirnya saya memilih jeda sejenak untuk
istighfar...mohon ampun atas kebodohan saya yang belum bisa melihat
keadilan dan hikmahNya di balik peristiwa-peristiwa yang sering
menyesakkan dada...
Jangan jauh-jauh lah...saya pun kadang masih harus bergulat untuk
menerima keadaan kehariinian yangh sedang digelar. Our monkey mind tend
to 'offered' us many solutions while saying..."How about his...what
about that..." We dwell so much and even too much to other scenarios of
life while at the same time loosing our presence...yup...kita kerap
kali kehilangan kehariinian kita, tertarik oleh masa lalu, didera oleh
kekhawatiran masa depan yang semuanya sama sekali ga ada hubungannya
dengan apapun yang sedang kita nikmati di bumi yang kita pijak hari
ini, saat ini juga!
Kembali ke penggal usia kita yang sangat singkat, katakanlah 90 tahun
dibandingkan dengan kehidupan alam barzakh dan alam makhsyar dan
akhirat yg mungkin milyaran tahun. Maka meminjam logika matematika,
satu dibagi tak terhingga adalah nol! Its nothing compares to the world
that awaits us...but why, why this very life is so important that it
determined our course in our next life?
Selama kurun waktu 19 tahun saya mencoba merangkai keping-keping
pengetahuan yang Allah berikan melalui berbagai guru atau peristiwa.
Saya meyakini bahwa Allah telah mendesain kehidupan manusia secara
detail dalam cetak biru yang Dia tulis di Lauh Mahfuzh dan bahwa setiap
diri kita memainkan peran tertentu dalam kehidupan ini.
Saya percaya bahwa kehidupan dunia ini adalah format kehidupan
terlengkap sebagai ajang untuk mengenal Allah...dalam istilah Rasuln
'dunia sebagai ujung dari jubah Allah' suatu alam ciptaan yang paling
primitif dibanding alam lain. Belum lagi kita bicara ke alam malakut
dan jabarut yang jauuuh lebih tinggi kompleksitasnya.
Oleh karenanya ajang kehidupan dunia ini sangat penting, mengenal Allah
dari titik awal. Mempelajari Dia secara perbuatan...Dia yang sedang
bersembunyi di balik tirai, telah menyimpan banyak 'clues' seperti
kisah Hansel and Gretel yang menemukan kembali jalan pulang lewat
remah-remah roti yang ditabur sepanjang jalan. In a way, I believe Yang
Rindu untuk dikenal telah 'bersusah payah' meletakkan
petunjuk-petunjuknya secara indah dalam konstelasi hidup setiap orang
dan itu bersifat personal :) ah...Dia memang sangat romantis <3
Lalu kisah kasih kehidupan manusia di dunia ini merupakan lakon besar
alam semesta, yang semua nabi,wali dan orang suci tetap mendapat
pelajaran dan akses untuk membaca semua pagelaran zaman dari awal
hingga akhir peradaban nanti.
Sebuah pagelaran besar tentang Dia Yang Ahad ditaruh dalam
'pertunjukan' di alam dunia, ketika ruhj dari alam jabarut beserta jiwa
dari alam malakut berpadu mengenakan pakaian jasad dari alam mulkiyah.
Tidak akan ada lagi pagelaran sebesar ini! Jadi makin mengerti kenapa
Allah 'repot-repot' menciptakan alam semesta milyaran tahun lamanya,
membentuk jasad manusia saja sudah jutaan tahun...layaknya persiapan
pagelaran besar yang membutuhkan sekian banyak persiapan. Sang
sutradara sudah merancang semua dengan teliti, sangat presisi. Dia Yang
Tahu persis kenapa sehelai daun jatuh di kedalaman hutan Amazon sana
saat kita sedang asyik nongkrong di depan layar komputer. Apa
hubungannya jatuhnya sepucuk daun dengan kehidupan kita? Meminjam
istilah anak muda sekarang, 'emang gue pikirin?'...mungkin memang
seolah tidak ada hubungannya dengan kita. Tapi setidaknya ada satu
titik yang menghubungkan si daun yang tak dikenal tadi dengan Barack
Obama, Madonna, Jokowi (I just randomly pick up names) and of course
our life...it all designed by the same Divine 'hand'...
Kalau kita belum mengerti di alam dunia ini jangan khawatir, masih ada
alam barzakh dan mahsyar tempat semua persoalan akan dibukakan
seluas-luasnya, setransparan mungkin...tapi ruginya kalau kita baru
ngeh belakangan, well...kita akan sangat kehilangan momen mengenali Dia
dia alam yang super komplit ini, dimana semua tajaliNya hadir dengan
sangat elegan.
Jadi, selama nafas masih di kandung badan, kita istighfar banyak-banyak
dan menyemangati diri sendiri untuk mencari ilmu dengan bekal iman dan
taqwa.
Kiranya Dia berkenan menuntun kita untuk tumbuh menjadi pohonNya yang
baik, yangl berbuah lebat hingga menyenangkan hati Sang Penanam.
Aamiin...
Amsterdam, 23 Februari 2013
*ngetik di blackberry sambil gendong Elia yang tertidur di pangkuan*:)
“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” ― Pramoedya Ananta Toer
Saturday, February 23, 2013
Monday, February 18, 2013
Budaya Telanjang
Pengalaman menggelikan mengunjungi spa di kota Amsterdam ini tak akan terlupakan sepanjang hidup. Saya tidak diperbolehkan berenang di sana karena hari itu adalah hari 'telanjang', dan hanya satu hari dalam seminggu dimana mereka memperbolehkan orang berenang memakai pakaian renang.
Saya harus memicingkan mata sedikit untuk melihat sekitar dengan jelas karena saya biasanya memakai kacamata minus empat, dan ya ternyata mereka semua telanjang! Laki-laki perempuan sama saja, tanpa malu dan risih berjalan-jalan sana-sini tampaknya ini adalah hal yang biasa bagi mereka.
Telanjang di tempat umum dan mempersilahkan orang lain melihat bagian yang pribadi adalah hal yang tidak bisa saya lakukan. Entah karena saya dibesarkan dalam lingkungan seperti itu, i mean, orang tua kadang berkata sama anaknya yang berlarian tanpa celana, "ïh malu..hayo pake celana dulu!"..ditambah lagi ajaran ustadz ngaji saya bahwa ada hal-hal ternetu dalam tubuh kita yang disebut dengan aurat, yaitu bagian kemaluan, bagi wanita ditambah payudara. Saya juga mendengar bahwa yang dinamakan aurat adalah seluruh bagian tubuh kecuali wajah dan telapak tangan bagi wanita. Dst..i dont want to dwell much into fiqih.
Telanjang adalah bagian dari perjalanan panjang umat manusia, kita lahir tanpa pakaian semuanya bukan?! Tapi rasanya beda menyaksikan bayi usia 8 bulan tanpa sehelai benang pun melekat di tubuhnya dengan gadis usia 17 tahun melakukan hal yang sama. Yang satu dibilang orang lucu dan bisa jadi cover majalah ayah bunda, yang lain hanya bisa nongol di cover majalah Playboy. Yang satu lucu, yang satu pornografi - atau sebagian orang bilang natural art ;). Haha..in the end its only a matter of perspective.
Tinggal 2,5 bulan di negeri yang serba bebas seperti Belanda ini saya jadi dibawa untuk melihat bagaimana orang lain berekspresi. Wajar saja bagi mereka untuk memakai pakaian rok mini dan kemeja dengan belahan dada begitu lebar sebagai pakaian sehari-hari mereka. Bagi mereka kebebasan berekspresi adalah hal yang dijunjung tinggi, telanjang di tempat salah satu darinya.
Tulisan ini saya buat sama sekali bukan untuk menghakimi mereka yang memilih melakukan hal itu, bagi saya sepanjang mereka tidak mengganggu ketertiban umum, melakukannya di tempat-tempat tertentu, silahkan saja, sama juga saya berharap mereka menghargai pilihan saya yang keberatan untuk melakukan hal yang serupa.
Budaya memakai pakaian minimalis sejauh ini saya dapati di kaum yang tinggal di pedalaman, di mana pemandangan pria memakai 'koteka'atau wanita bertelanjang dada adalah hal yang biasa. Untuk mengalami hal yang sama di tengah masyarakat modern walaupun hanya di tempat tertentu 'nude day spa'atau 'nude beach' tetap membuat saya pribadi jengah. What can i say, its just simply not my cup of tea :)
Amsterdam, 18 February 2013
Saya harus memicingkan mata sedikit untuk melihat sekitar dengan jelas karena saya biasanya memakai kacamata minus empat, dan ya ternyata mereka semua telanjang! Laki-laki perempuan sama saja, tanpa malu dan risih berjalan-jalan sana-sini tampaknya ini adalah hal yang biasa bagi mereka.
Telanjang di tempat umum dan mempersilahkan orang lain melihat bagian yang pribadi adalah hal yang tidak bisa saya lakukan. Entah karena saya dibesarkan dalam lingkungan seperti itu, i mean, orang tua kadang berkata sama anaknya yang berlarian tanpa celana, "ïh malu..hayo pake celana dulu!"..ditambah lagi ajaran ustadz ngaji saya bahwa ada hal-hal ternetu dalam tubuh kita yang disebut dengan aurat, yaitu bagian kemaluan, bagi wanita ditambah payudara. Saya juga mendengar bahwa yang dinamakan aurat adalah seluruh bagian tubuh kecuali wajah dan telapak tangan bagi wanita. Dst..i dont want to dwell much into fiqih.
Telanjang adalah bagian dari perjalanan panjang umat manusia, kita lahir tanpa pakaian semuanya bukan?! Tapi rasanya beda menyaksikan bayi usia 8 bulan tanpa sehelai benang pun melekat di tubuhnya dengan gadis usia 17 tahun melakukan hal yang sama. Yang satu dibilang orang lucu dan bisa jadi cover majalah ayah bunda, yang lain hanya bisa nongol di cover majalah Playboy. Yang satu lucu, yang satu pornografi - atau sebagian orang bilang natural art ;). Haha..in the end its only a matter of perspective.
Tinggal 2,5 bulan di negeri yang serba bebas seperti Belanda ini saya jadi dibawa untuk melihat bagaimana orang lain berekspresi. Wajar saja bagi mereka untuk memakai pakaian rok mini dan kemeja dengan belahan dada begitu lebar sebagai pakaian sehari-hari mereka. Bagi mereka kebebasan berekspresi adalah hal yang dijunjung tinggi, telanjang di tempat salah satu darinya.
Tulisan ini saya buat sama sekali bukan untuk menghakimi mereka yang memilih melakukan hal itu, bagi saya sepanjang mereka tidak mengganggu ketertiban umum, melakukannya di tempat-tempat tertentu, silahkan saja, sama juga saya berharap mereka menghargai pilihan saya yang keberatan untuk melakukan hal yang serupa.
Budaya memakai pakaian minimalis sejauh ini saya dapati di kaum yang tinggal di pedalaman, di mana pemandangan pria memakai 'koteka'atau wanita bertelanjang dada adalah hal yang biasa. Untuk mengalami hal yang sama di tengah masyarakat modern walaupun hanya di tempat tertentu 'nude day spa'atau 'nude beach' tetap membuat saya pribadi jengah. What can i say, its just simply not my cup of tea :)
Amsterdam, 18 February 2013
Subscribe to:
Posts (Atom)