Selama berdekade lamanya pikiran kita terbiasa dengan refleks mengkotak-kotakkan sesuatu fenomena, 'buruk-baik', "salah-benar", "kurang-berlebih" dst. Sehingga apabila ada fenomena tersaji di depan kita sang pikiran otomatis memasukkan informasi itu ke dalam folder tertentu. Memang itu sebuah fase perkembangan seorang manusia. Tantangannya adalah untuk beranjak dari tahapan yang cenderung "judgmental" ke tahap "non-judgmental", untuk melihat sesuatu itu sebatas fakta dan tidak memberi muatan apapun di dalamnya.
Memang ini adalah permainan yang halus di dalam hati tapi getarannya dapat terasa di tataran fisik. Misalnya ada yang bertanya kepada seseorang yang baru saja diterima di sebuah bank ternama:
"Waah selamat ya, dapat kerja di bagian apa?"
Jawab, "Bagian cleaning service"
Respon :"Oooh...." (low pitch)
====
Kalau jawabannya, "Bagian 'investment analysis'"
Respon : "Oooh..." (high pitch)
"Waah selamat ya, dapat kerja di bagian apa?"
Jawab, "Bagian cleaning service"
Respon :"Oooh...." (low pitch)
====
Kalau jawabannya, "Bagian 'investment analysis'"
Respon : "Oooh..." (high pitch)
Yes, we tend to judge. Kita terbiasa mengklasifikasikan sesuatu itu dalam kotak hitam putih. There's nothing wrong with it of course, like i said, it's a phase of human's development. Tapi saya diajarkan oleh guru saya tentang cara berpikir yang lebih membuat hati ringan dan lebih mudah untuk bersyukur. Guru saya itu berkata, "Pada semua yg diberikan-Nya itu tidak layak untuk kita nilai besar atau kecil, dibalik setiap karunia-Nya itu terdapat pintu renungan dan hikmah yang melimpah ..". Aamiin, semoga
No comments:
Post a Comment