Thursday, June 25, 2015

Mempersembahkan Apa Yang Tuhan Tidak Punya

Guru Marketing saya pernah mengajarkan kalau mau memberikan seseorang hadiah yang akan dikenang seumur hidupnya, berilah ia sesuatu yang tidak dia miliki dan sangat dia inginkan atau butuhkan saat itu. Terdengarnya seperti commonsense biasa, tapi pada pelaksanaannya tidak mudah ternyata menebak dengan akurat apa yang seseorang benar-benar butuh per saat itu. Butuh intensitas pertemanan yang cukup lama dan terbuka hingga betul-betul bisa menangkap aspirasinya. Atau jalan pintas, tanya istri, suami atau teman-teman terdekatnya! wink emoticon ‪#‎ada‬ seribu jalan ke Roma.
Bagaimana kalau Tuhan? Apa yang Dia tidak punya? Wong Dia Maha Kaya dan Berkuasa?
Well, not really...
Ada satu hal yang Dia tidak punya. Dia tidak punya kefakiran. Fakir sering diterjemahkan sebagai 'poor' dalam Bahasa Inggris. Sifat fakir ini hanya melekat kepada makhluk-Nya (apalagi) yang bernama manusia.
Definisi 'fakir' menurut Imam Hambali adalah "orang yang tidak mempunyai harta, atau mempunyai harta kurang dari seperdua keperluannya". Walaupun demikian, orang yang hartanya berlimpah bisa jadi tergolong fakir, karena ia merasa kesepian. Sebenarnya tidak ada manusia yang tidak fakir, seandainya ia menyadari sepenuhnya bahwa hidupnya dan diamnya pun sebenarnya mutlak bergantung kepada Dzat Yang Memberikan kehidupan.
Allah Yang Maha Kaya sebenarnya tidak butuh uang zakat kita, -apalagi cuma zakat 2,5%. Tapi seratus perak koin yang dimasukkan ke dalam kotak sumbangan masjid dengan hati yang memelas memohon pertolongan kepadaNya akan mutlak jadi sasaran pandang Tuhan.
Allah Yang Maha Besar tidak butuh disembah-sembah oleh makhlukNya, karena kalaupun semua ciptaan menyembah Dia tidak akan menambah sebutir debu pun kemuliaan-Nya demikian juga saat semua makhluk membangkang-Nya tidak akan setitik pun menurunkan kekuasaan Dia Yang Maha Kuasa. Tetapi sujud seseorang yang dilakukan dengan hati yang luluh memohon pertolongan-Nya akan sontak meraih perhatian-Nya.
Bulan Ramadhan adalah momen latihan raga kita dibuat fakir. Dilatihnya raga menahan semua syahwatnya seharian supaya kita ingat bagaimana rasanya lapar. Karena sering kali we take it for granted, merasa perihal makanan adalah hal yang biasa, lupa kalau semua adalah pemberian-Nya.
Jadi kalau mau mempersembahkan apapun yang kita lakukan untuk-Nya, pastikan hati kita menunduk ciut dan tak berdaya di hadapanNya. Memberikan satu-satunya hal yang Dia tidak punya, kefakiran...
Wallahua'lam
Amsterdam,24 Juni 2015
20.46

No comments:

Post a Comment