"Mas, dokter bilang besar kemungkinan hidupku kurang dari empat tahun. Sel kankernya sudah menjalar ke paru-paru dan hati..."
Suasana hening sejenak.
Kulihat titik air mata menetes di pipinya. Lelaki kuat yang mengobar bara semangat dalam hidupku.
Kulihat titik air mata menetes di pipinya. Lelaki kuat yang mengobar bara semangat dalam hidupku.
"Ga masalah dik..."
Ucapnya lirih sambil mengusap matanya yang basah dengan lengan bajunya.
"Niat mas sudah bulat ingin menikahi Adik semata-mata ingin beribadah dan meraih ridhoNya."
Ucapnya lirih sambil mengusap matanya yang basah dengan lengan bajunya.
"Niat mas sudah bulat ingin menikahi Adik semata-mata ingin beribadah dan meraih ridhoNya."
"Tapi mas..." sahutku dengan getir.
"Sssst...sudah lebih baik kita fokus kepada persiapan pernikahan sederhana kita, seperti yang sudah kita angan-angankan. Apalah arti waktu sehari, seminggu, setahun atau seratus tahun selama kita bisa meraup detik ini dengan penuh makna dan kebersamaan. Dan lagipula bukankah kita percaya akan kehidupan yang lebih kekal dan lebih indah di sana? Ini bukan akhir dari kisah kita sayang, justru kita baru akan memulainya. I love you and will always do..." ucapnya mantap dengan tatap mata tajam yang membuat hatiku dulu langsung terpana. Ah, lelakiku, engkau memang layak menjadi imamku....
- Inspired by a true story. Buat keponakanku sayang yang akan menjelang setengah agamanya (ad diin), semoga dilapangkan jalannya, barakallah. Sungguh aku salut dengan kebesaran hatimu...
No comments:
Post a Comment