Sunday, August 13, 2017

Dunkirk

26 Mei - 4 Juni 1940, bisa jadi merupakan sepuluh hari terlama bagi lebih dari 300.000 tentara yang terkepung di kota pesisir kecil Dunkirk, dalam incaran sniper jagoan Nazi dan deru pesawat-pesawat pembom Nazi yang terkenal daya akurasinya.

Inggris lebih memilih mundur dan menjaga pesisir pantainya agar tidak ditembus Nazi. Sebuah kesadaran yang juga tergambar dalam ucapan seorang nelayan tua yang nekad melintas selat Inggris dan menyelamatkan apa yang ia bisa untuk berkontribusi dalam perang ini. Walau salah seorang prajurit yang ia selamatkan di tengah lautan berkata "Kamu gila! Kalian tidak punya senjata dan tidak terlatih sebagai prajurit. Lebih baik putar kembali arah kapal kecil ini dan kembali ke rumah!"
Sang nelayan tua dengan mata nanar menatap sang prajurit dan berkata, "Nak, kalau tentara Nazi itu berhasil menyeberangi selat ini dan menjangkau daratan maka tidak akan lagi rumah bagi kita."

Sebanyak 338.000 tentara terselamatkan dalam operasi penyelamatan 10 hari yang fenomenal itu. Sebuah momen sejarah yang dikatakan sebagai "Keajaiban Dunkirk", karena secara hitungan sekilas, seyogianya mereka sudah dihabisi oleh pasukan Nazi yang mengepung dari berbagai arah, namun tiba-tiba dikabarkan Hittler mengeluarkan perintah untuk berhenti menyerang selama tiga hari dengan sebab musabab yang hingga hari ini masih diperdebatkan. Di hari-hari yang genting itu tak kurang Uskup Besar Canterburry mengajak semua orang untuk berdoa dan mencanangkan "the Day of National Prayer". 
Episode penyelamatan Dunkirk ini memang fenomenal, ada yang berkisah bahwa Tuhan pun turun tangan dengan membuat cuaca demikian berkabut sehingga membatasi jarak pandang pada pilot pembom Nazi sehingga mereka kerap tidak akurat menjatuhkan bomnya. 

Terlepas dari pro-kontra yang ada, visualisasi penyelamatan Dunkirk yang digarap oleh sutradara Christopher Nolan yang sukses menyutradarai The Dark Knight Trilogy (Batman), Inception dan Interstellar ini patut untuk disaksikan. Sajian perang ala Nolan ini lebih 'soft' dibandingkan film perang seperti 'Saving Private Ryan' namun ketegangannya tetap terasa. 

Saya seperti kebanyakan Anda, dilahirkan di era damai. Belum pernah dan semoga tidak akan pernah merasakan bagaimana rasanya berada di tengah kecamuk perang. Dengan menonton film ini setidaknya saya menjadi lebih mensyukuri nikmat perdamaian, a precious thing that we often take for granted. Bisa menikmati sarapan pagi, belajar dan beribadah dengan tenang tanpa dicekam kekhawatiran akan serbuan pesawat pembom atau para penembak jitu setiap saatnya. Ah nikmat mana lagi yang kita dustakan...



No comments:

Post a Comment