Beberapa hari setelah almarhum ayah saya dikebumikan saya menemukan buku catatan harian beliau yang tersimpan rapi di atas meja kerjanya. Air mata tak terasa mengalir saat saya membuka lembar demi lembar yang tertera tulisan beliau yang sangat rapi, saya usap tulisan itu untuk merasakan kedekatan dengan ayah saya yang telah melanjutkan perjalanan ke alam lain. Cinta saya untuk beliau demikian besar sehingga hati bergetar hanya dengan melihat tulisannya.
Demikianlah reaksi sang pecinta terhadap apapun yang berkaitan dengan mereka yang dicintainya. Maka jangan heran bila seseorang masih menyimpan surat cinta kekasihnya dan menyimpannya dalam tempat yang indah bahkan dibubuhi wewangian dan setiap kali ia akan membacanya tak lupa dibubuhinya surat itu dengan sekecup ciuman mesra.
Melalui proses mencintai seseorang itulah kita sebenarnya belajar untuk mencintai Dia yang lebih layak untuk dicintai dan diberikan cinta dan hati kita seratus persen. Saya baru bisa memahami mengapa Guru saya suatu kali pernah berkata "Kalau terjadi kebakaran di rumah saya, maka benda yang pertama kali saya selamatkan adalah Al Qur'an."Saat itu saya yang merupakan murid tengil hanya bisa tidak setuju dalam hati karena pikir saya bukankah kita bisa membeli Al Qur'an yang baru yang dijual banyak di toko buku? Yah itulah saya yang masih jauh dari mencintai Al Qur'an apalah lagi mencintai Allah. Belum memahami dan merasakan kecintaan yang demikian besar dari Guru saya kepada-Nya sehingga firman-Nya yang terukir segar dan tersusun rapih dalam mushaf merupakan harta berharga yang merupakan jejak kata-kata Sang Kekasih.[]
“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” ― Pramoedya Ananta Toer
Monday, May 30, 2016
Thursday, May 12, 2016
Perempuan Pilar Keluarga
Rasulullah SAW bersabda:
“Kiranya seseorang di antaramu menjadikan hati yang
bersyukur, lidah yang berdzikir dan istri yang sholihah yang menolong pada
akhiratnya.”
Maka lihatlah bagaimana beliau menghimpun antara istri,
dzikir dan bersyukur!
(Al Ghazali dalam Ihya ‘Ulumuddin)
Wahai para perempuan, betapa mulianya Anda disandingkan
dengan kebersyukuran dan hati yang tersambung kepada Allah Ta’ala dalam dzikir.
Namun untuk memenuhi kriteria sebagai perempuan sholihah
sungguh memerlukan perjuangan yang tiada henti, keberanian dan kekuatan hati
untuk tidak menyerah dan tidak mudah mengeluh dengan apa yang Allah Ta’ala tetapkan
kepada diri masing-masing.
Perempuan yang sholih adalah ia yang menolong suaminya dalam
urusan rumah tangga juga akhiratnya. Sang perempuan yang mencurahkan semua
potensi kasih sayangnya untuk suami dan anak-anaknya sehingga setiap anggota
rumah tangga merasakan kesejukan surgawi di rumahnya masing-masing. Sang
perempuan yang bekerja keras me-manage- semua urusan yang ia pegang, mulai dari
urusan dapur, keperluan anak, kebutuhan suami,kepentingan rumah tangga dan juga
beragam urusan dirinya sendiri. Namun ia tidak tenggelam dalam kesibukan dunia
semata. Di sela-sela kesibukannya ia mencoba meluangkan waktu untuk
membentangkan sajadah dan meletakkan keningnya di atas tanah rapat-rapat
sebagai ungkapan kebersyukuran dan penyerahdirian kepada Rabb-nya yang memegang
kendali setiap aspek kehidupannya. Di antara padatnya aktivitas ia berusaha
meraih Al Qur’an untuk ia baca, pelajari dan ajarkan kepada sang buah hati. Di
sela-sela percakapannya dengan keluarga diupayakan ada nuansa untuk
mengingatkan bahwa hidup dunia hanya sekadar lewat dan mengumpulkan bekal untuk
kehidupan selanjutnya yang lebih lama.
Wahai perempuan, sungguh Anda adalah pilar bagi suami dan
anak-anakmu. Maka berdiri tegaklah dan tegar dalam menjalani takdir-Nya. Jangan
sekadar masalah keuangan dan dunia merusak harmoni keluarga yang karenanya sang
pilar menjadi goyah. Apabila ada rasa kesal atau uneg-uneg yang belum
terpecahkan kepada suami mohonkan kepada Allah Ta’ala yang menciptakan semua
hal itu, kemudian bicarakan baik-baik dengan semangat memperbaiki dan penuh
cinta kepada sang suami. Baik buruk suami Anda adalah cerminan Anda sendiri.
Karena tidaklah semata-mata kebetulan kalian berdua dipersatukan oleh
takdir-Nya dalam sebuah bahtera rumah tangga.
“Tapi itu tidak mudah!” sang perempuan menyahut. Memang
tidak ada perjuangan yang mudah, apa kalian hendak surga akan tetapi tidak mau
diuji?
"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal
belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum
kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan
(dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang
beriman bersamanya, ‘Bilakah datangnya pertolongan Allah?’ Ingatlah,
sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat." (QS. Al-Baqarah [2] :
214)
Benar, dunia adalah sebuah panggung ujian yang dahsyat dan
sangat canggih. Sedemikian rupa sehingga kita kerap tidak sadar bahwa perilaku
kita setiap saatnya disaksikan oleh banyak saksi mata, para leluhur kita, para
nabi dan rasul juga anak-anak dan kita sendiri akan menyaksikan setiap detik
tayangan kehidupan masing-masing. Maka berikanlah pertunjukan yang terbaik!
Tuesday, May 10, 2016
Patience is the key to joy
"Patience is the key to joy"
- Mawlana Jalaluddin Rumi
Apabila Allah telah berkehendak menempatkan sang hamba pada derajat yang tinggi akan tetapi tidak dapat ia capai melalui aktivitas spiritual tertentu, maka Ia akan menguji sang hamba dengan pasangannya, keluarga terdekatnya atau ia harus menanggung kesabaran selama kurun waktu tertentu yang dengan semua itu derajat sang hamba menjadi mulia di hadapan-Nya.
Semua masalah dan kesulitan hidup yang telah, sedang dan akan kita hadapi bukan hadir tanpa sebab. Bukan pula karena salah si fulan. Semua dalam kendali kokoh Sang Pencipta yang tidak pernah dan tidak akan berbuat kesalahan bahkan satu helai rambut pun. Setiap yang menimpa hamba-Nya sudah ditakar dengan tepat dan presisi, dari hal yang tampak nyata dan dahsyat, kejadian sehari-hari yang terlihat begitu-begitu saja, hingga segala 'tamu Tuhan' yang dihadirkan dalam hati dan pikiran yang kasat mata. Hamba yang sejati tidak terhenti pandangannya pada fenomena semata, akan tetapi hatinya selalu menggapai-gapai 'tangan-Nya' yang menggerakkan setiap hal.
Berhenti menyalahkan orang lain. Berhenti menyalahkan diri sendiri. Diamlah sesaat dan lihatlah dari mana semua itu sebenarnya berasal. Dan hanya mengingat-Nya hati menjadi tenang...
- Mawlana Jalaluddin Rumi
Apabila Allah telah berkehendak menempatkan sang hamba pada derajat yang tinggi akan tetapi tidak dapat ia capai melalui aktivitas spiritual tertentu, maka Ia akan menguji sang hamba dengan pasangannya, keluarga terdekatnya atau ia harus menanggung kesabaran selama kurun waktu tertentu yang dengan semua itu derajat sang hamba menjadi mulia di hadapan-Nya.
Semua masalah dan kesulitan hidup yang telah, sedang dan akan kita hadapi bukan hadir tanpa sebab. Bukan pula karena salah si fulan. Semua dalam kendali kokoh Sang Pencipta yang tidak pernah dan tidak akan berbuat kesalahan bahkan satu helai rambut pun. Setiap yang menimpa hamba-Nya sudah ditakar dengan tepat dan presisi, dari hal yang tampak nyata dan dahsyat, kejadian sehari-hari yang terlihat begitu-begitu saja, hingga segala 'tamu Tuhan' yang dihadirkan dalam hati dan pikiran yang kasat mata. Hamba yang sejati tidak terhenti pandangannya pada fenomena semata, akan tetapi hatinya selalu menggapai-gapai 'tangan-Nya' yang menggerakkan setiap hal.
Berhenti menyalahkan orang lain. Berhenti menyalahkan diri sendiri. Diamlah sesaat dan lihatlah dari mana semua itu sebenarnya berasal. Dan hanya mengingat-Nya hati menjadi tenang...
Monday, May 2, 2016
Bagaimana Mendengar Kata Hati
"Dengarkan kata hati..." demikian orang tua saya selalu berpesan manakala saya harus menjatuhkan pilihan. Mulai dari pemilihan jurusan di perguruan tinggi, memilih tempat bekerja hingga menentukan menerima pinangan yang mana wink emoticon
Tampaknya arahan dari orang tua untuk mengikuti kata hati nurani adalah petuah yang bijak, demikian pun yang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam katakan kepada Wabishoh - salah seorang sahabat “Wahai Wabishoh, bertanyalah kepada hatimu (qalb), bertanyalah kepada jiwamu- Nabi katakan sebanyak tiga kali-. Kebaikan adalah apa yang hati merasa tenteram melakukannya. Sedangkan dosa adalah apa yang menyebabkan hati bimbang dan cemas meski banyak orang mengatakan bahwa hal tersebut merupakan kebaikan” (HR Ahmad no 18035)
Namun tidak mudah untuk menangkap apa yang hati nurani kita katakan, seringkali dalam upaya mendengarkan hati kita sebenarnya malah mendengarkan suara hawa nafsu, syahwat, dan pikiran yang kerap kali lebih lantang. Maka untuk benar-benar mendengarkan bisikan Tuhan yang ditiupkan melalui hati diperlukan keberanian untuk melepaskan diri dari semua suara dalam diri, dari semua angan-angan masa depan, dari ketakutan masa kini, dari kebencian masa lalu, dari bermacam paradigma, dari kungkungan "apa kata orang", karena bertanya kepada hati bukan perkara mengendalikan kehidupan justru kita harus berani melepas semua jubah pemikiran, perisai rencana dan sekian banyak pertahanan pribadi untuk berserah diri kepada bisikan agung yang Sang Maha Kuasa hembuskan ke dalam hati. Tampaknya untuk benar-benar bertanya ke dalam hati kita harus siap untuk mati dari segala kendali diri sendiri...
Sorrow is better than laughter
Sorrow is better than laughter, for by sadness of face the heart is made glad.
- Ecclesiastes 7:3
- Ecclesiastes 7:3
Terkadang Allah menempatkan kita dalam kondisi yang membuat hati kita sedih, terluka, kecewa, kesal atau marah. Jalan-jalannya bisa dari mana saja, pasangan yang membuat kecewa, orang tua atau mertua yang bisa jadi mengesalkan, anak yang bertingkah, rekan bisnis yang menipu, teman kantor yang menusuk dari belakang, pedagang yang curang, mbak-mbak di toko yang judes, kemacetan yang seolah tiada akhir, harga-harga melambung dan sekian banyak pintu keseharian yang bisa menggetarkan cermin hati kita setiap saat.
It's okay to feel sad, itu bagian dari menjadi seorang manusia. Rasa sedih itu harus diakui agar kita menjadi lebih mudah menjalaninya karena kita akan lebih ringan melangkah dengan menerima episode kesedihan itu. Bersedih bukan berarti menderita itu dua hal yang berbeda! Kita sangat bisa bersedih tapi menikmati hari-hari kita dengan hati yang menunduk dan berserah diri kepada-Nya. Dengan kesadaran bahwa setiap perasaan yang datang adalah tamu agung yang Dia kirim ke hati kita yang dengannya hati ini dibuat menjadi lebih bersih dan sehat. Jadi jangan takut dengan kesedihan, ia tak dapat dihindari. Berhenti pula meronta-ronta dan mencari-cari cara yang tidak alami dan tidak sesuai fitrah untuk sekadar mengobati kesedihan. Karena obat yang paling mujarab untuk hidup dengan kesedihan hanya datang dari resep Sang Pengirim kesedihan itu sendiri. Maka mintalah pada-Nya dengan hati yang bersujud...
Subscribe to:
Posts (Atom)