Sunday, August 2, 2015

Perempuan Dan Laki-Laki

Perempuan itu beda dengan laki-laki. Tidak hanya secara fisik, naluri, emosi juga yang terpenting sesuatu yang berkaitan dengan fitrah diri, sesuatu yang dikalungkan di leher kita masing-masing. Hal yang Jalaluddin Rumi dengan indah sampaikan dalam puisinya, "...There is one thing in this world that must not ever be forgotten. If you were to forget all else, but did not forget that, then you would have no reason to worry..."
Saya terlahir dalam jasad seorang perempuan. Namun saya merasa kurang mendapatkan pendidikan yang laik untuk mempersiapkan diri menyongsong pekerjaan paling berat dalam kancah hidup manusia, yaitu merawat dan mendidik anak. Saya teropong balik semua jenjang pendidikan yang saya lalui, memang pernah ada pelajaran 'keputrian' saat SD dan SMP sebatas masak bareng, menjahit dan merajut (yang gagal total buat saya- karena ternyata motorik halus saya kurang baik). Tapi dibutuhkan kualitas lain dari sekedar pintar masak dan jahit untuk jadi seorang ibu (dan istri). Dan saya pikir ini lebih mendasar. Kualitas kesabaran, kelembutan, ketangguhan menjalankan segunung pekerjaan sehari-hari yang seringkali tampak tiada akhir.
Saya baru merasakan beratnya pekerjaan seorang ibu terutama ketika hidup di negeri yang jauh dari keluarga - dan praktis tanpa bantuan asisten rumah tangga. I was not trained to do this. I think this is a huge gap in our education, kelalaian mempersiapkan pendidikan bagi orang yang paling bertanggung jawab bagi pembinaan generasi penerus kita, para perempuan!
Perempuan itu beda dengan laki-laki. Tapi pendidikan umum dan pekerjaan menyeret kami (kaum perempuan) harus berkompetisi dan perform sebagai laiknya laki-laki. This feels not right. Perempuan tidak seharusnya berkompetisi dengan laki-laki, kita adalah partner yang sejajar, kita saling mengisi dan bekerja sama.
Perempuan itu beda dengan laki-laki. Lihatlah perjuangan para perempuan yang bekerja sambil mengasuh buah hatinya yang baru dilahirkan, dia bersembunyi di sela-sela kegiatan kerja memeras susu untuk anaknya. Malam hari dia sukarela mengurangi jam-jam istirahatnya untuk memberi sang buah hati makanan yang ia anggap terbaik. Belum lagi aktivitas memasak, dan lain-lain pekerjaan rumah yang entah kenapa lebih lekat dikerjakan oleh kaum perempuan.
Perempuan itu beda dengan laki-laki. Karena dia punya rahim yang darinya ia lahirkan anak-anak penerus peradaban. Dan kualitas rahim (kasih sayang dan kelembutan) itu adalah kualitas utama yang anak-anak butuhkan untuk tumbuh dan berkembang dengan baik. Karen seorang perempuan (ibu) punya tugas utama yang mulia - mendidik anaknya- selaiknya pemerintah, perusahaan besar dan masyarakat membantu ia untuk bisa menjalankan tugas utamanya dengan baik sembari memberi kesempatan bagi sang perempuan untuk mengaktualisasi dirinya. Beri dia pendidikan dan pelatihan yang layak untuk menjadi ibu. Beri dia keluangan untuk menyusui bayinya dengan tenang dengan memberikan masa cuti minimal 6 bulan. Beri dia keleluasaan untuk memilih pekerjaan paruh waktu (20 jam per minggu) agar ia bisa lebih banyak meluangkan waktu dengan anak-anaknya. Bikinkan tempat penitipan yang baik dan dekat dengan tempat ia bekerja. Dan tentu, beri perempuan-perempuan yang berpotensi besar ini kesempatan untuk mengembangkan diri - (dan pada akhirnya) tempat kerjanya masing-masing. Dan sudilah kiranya pemerintah menyisihkan dananya untuk mensubsidi para ibu (dan orang tua) agar mereka tidak terlalu terbelenggu oleh rantai 'pemenuhan kebutuhan anak dan sehari-hari' yang bisa mencerabut mereka dari waktu-waktu berharga bersama anak-anaknya.
"Perempuan adalah tiang negara" - Rasulullah saw.
Saya perhatikan negara-negara yang mempunyai sistem yang baik untuk mengedukasi perempuannya dan memberikan iklim yang kondusif agar mereka bisa merawat anak juga bekerja (kalau mereka mau) dan kalau mereka memilih untuk mengurus anak-anaknya secara intensif maka pemerintah akan memberikan tunjangan buat ibu dan anak - rata-rata mereka punya ekonomi yang kuat, masyarakat yang tertib dan damai. Bukti hadits kanjeng Rasulullah saw, negara yang mampu me-manage perempuannya dengan lebih baik terbukti lebih unggul. Masih ada asa untuk Indonesia! Kembalikan 'kedaulatan' dan keluhuran perempuan sesuai dengan fitrahnya. Semoga generasi yang akan datang lebih baik lagi...
Amsterdam, 2 Juli 2014
- renungan di akhir hari di bulan Ramadhan, sambil menyaksikan dua buah hati yang tertidur lelap heart emoticon

No comments:

Post a Comment