Menerjemahkan teks yang digolongkan ke dalam kitab suci itu tidak semudah menerjemahkan satu kata ke dalam kata lainnya, harus dipertimbangkan konteks kata itu sedang disajikan dalam situasi apa, belum nuansa yang menyertai seperti apa dan asal kata dalam bahasa aslinya apa disertai sejarah yang melingkupinya. Saya kemudian bisa mengerti kenapa seorang yang banyak menerjemahkan buku dan profesional di bidangnya seperti Profesor William Chittick kemudian berkesimpulan untuk kembali mencantumkan kata asli di dalam terjemahannya karena selama tiga puluh tahun pengembaraannya ia tidak kuasa memindahkan aspek rasa yang tersembunyi di balik kata-kata kunci tertentu dalam dunia spiritual.
Oleh karenanya penting untuk senantiasa merujuk kepada teks asli kitab suci, alhamdulillah Al QurĂ¡n senantiasa disajikan dalam teks aslinya. Karena sangat sempit untuk sekedar menerjemahkan "Ad Diin" menjadi agama dalam pemahaman agama yang kebanyakan kita kenal, yaitu sebatas sesuatu yang bersifat ritual dan jarang menyentuh aspek rasa yang dalam. Padahal hanya satu pilar dari tiga pilar agama (Islam , Iman dan Ihsan) yang memproyeksikan ibadah lahiriyah, adapun sisanya betul-betul hal yang kasat mata dan dibutuhkan kemampuan mencecap rasa yang dalam untuk mengidentifikasinya.
Bisa jadi pendalaman makna ad diin yang baru dalam tahap superfisial itu yang mengakibatkan penampilan sekian banyak umat Islam menjadi terasa rigid, tidak fleksibel, kurang terasa merahmati dan jauh dari sifat mengampuni hingga terasa menjadi sumber ketakutan dan ancaman di beberapa titik di muka bumi. Di Indonesia sendiri saya memerhatikan melalui sosial media betapa perbedaan khazanah, pemahaman atau pendapat bisa memicu kekerasan, baik secara verbal maupun yang sudah menjadi kekerasan fisik.
Barangkali ada baiknya kita membuka diri masing-masing untuk terbuka menerima pendapat yang berbeda dan bersedia melihat dari sisi lain, karena bukankah tidak ada sesuatu yang tercipta dengan sia-sia, pun termasuk semua pendapat dan keyakinan yang kita anggap senyeleneh apapun, selama tidak mencederai norma kemasyarakatan dan kemanusiaan ada baiknya kita coba cicipi 'terjemahan' yang berbeda dari setiap orang itu.
Wallahua'lam
No comments:
Post a Comment